Anehnya teriakan yang dikeluarkan dari mulutnya tidak terdengar seperti suara manusia, tetapi lebih mirip dengan seringai dan ringkikan kuda.
Enam orang guru yang berusaha menggotong Fajar merasa kesulitan. Seolah tenaganya besar sekali. Padahal Fajar masih siswa kelas 3 SMP yang badannya pun selayaknya anak SMP pada umumnya.
Setelah para guru bersusah payah membawa Fajar yang kesurupan jaran, akhirnya mereka berhasil juga masuk ke dalam kantor. Fajar kemudian diletakkan di ruangan kepala sekolah.
Pak Adi, salah seorang guru di sekolah tersebut, datang membawa juru kunci yang rumahnya berada di belakang sekolah.
Setelah itu bapak juru kunci, sebut saja mbah Ngatmo, membawa kopi dan merapalkan sesuatu, kemudian menepuk kepala Fajar.
Seketika Fajar yang tadinya meronta dan berteriak dengan suara kuda, langsung lemas. Setelah beberapa menit kemudian, Fajar akhirnya tersadar, tapi dia tidak ingat dengan semua kejadian yang baru saja dialaminya.
Suamiku menutup ceritanya dengan menuturkan kembali pesan dari Mbah Ngatmo, “Jangan sering melamun saat di sekolah. Sekolah ini dulunya adalah rumah Belanda yang keluarganya dibantai oleh para pejuang."
"Sehingga arwahnya banyak yang masih gentayangan, terkadang menampakkan diri dan mengganggu orang di sekitarnya.”
Aku yang mendengar cerita suami langsung bergidik ngeri. Sampai sekarang kalau kami sedang dalam perjalanan dan melewati bangunan sekolah itu, aku langsung teringat pada teman suami yang kesurupan jaran. (Seperti dikisahkan Marita Surya Ningtyas di Koran Merapi) *