harianmerapi.com - Tempat-tempat tertentu di sebuah gedung, seperti perpustakaan sekolah, bukan tidak mungkin dihuni oleh roh. Seperti cerita misteri kali ini.
Di luar terdengar suara hujan cukup deras, namun Hari tak memperdulikan. Mataya hanya terpaku pada tulisan-tulisan di atas lembaran buku di ruangan perpustakaan.
“Pak, masih belum ketemu datanya?” tanya Wahid sambil menunjuk jam dinding kepada Hari tanda bahwa sudah larut sore.
Hari menggelengkan kepala dan tidak menjawab sepatah kata pun. Wahid justru ditinggal pergi ke arah bilik lemari sudut dalam perpustakaan.
Karena dibuat sebal Wahid pergi meninggalkan lelaki yang tengah dicumbu oleh buku.
“Pak Hari, tak tinggal dulu ya!” teriak Wahid yang suaranya makin sayup,
“Tidak saya kunci! Nanti kalau sudah selesai minta diingatkan satpam untuk menguncinya!” kembali ia menjelaskan dan meninggalkan Hari sendirian.
Memahami pesan tersebut, terlihat suasana perpustakaan kian sepi. Tugas mencari data untuk soal-soal ujian siswa dipercepat oleh Hari, terlebih ini sudah pukul empat sore.
Semenjak pandemi berumur lebih dari satu tahun, perpustakaan sekolah kering aroma orang-orang, buku-buku pun tampak menganggur, petugas yang biasanya diisi tiga orang kini terjadwal cukup seorang saja di setiap harinya.
Petir bergelegar, sontak membuat pandangan Hari melirik ke bibir jendela. Teramat mendung dan rimbunnya hujan,
“Duh, kasihan pak Wahid basah kuyup sampai rumah.” Ucap dirinya sambil menutup tirai jendela.
Baca Juga: Setor Hafalan Surat Ar Rahman Sebelum Hapus Tato, Bentuk Niat Serius untuk Hijrah
Catatan demi catatan dipercepat takut listrik mati, namun tiba-tiba terdengar pintu depan terbuka disertai derak langkah kaki.