harianmerapi.com - Dua minggu setelah menikah, Hendra Leksono dan Marisa Handayani menempati rumah di pinggiran kota yang mereka sewa dengan harga tertentu untuk jangka waktu satu tahun, untuk percobaan.
Kalau betah, mereka akan memperpanjang masa sewa, bahkan mungkin akan membeli rumah itu.
Ada tiga kamar tidur di rumah itu. Dapur dengan jendela menghadap halaman belakang, yang membuat Marisa antusias karena bisa menatap hamparan rumput dan pepohonan di halaman itu.
Baca Juga: Tujuh Metode Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini, Salah Satunya dengan Metode Bermain
Hendra adalah seorang dosen dan Marisa seorang pengarang. Biasanya, jam 9 malam Hendra sudah tidur di kamar belakang.
Sedangkan Marina menulis cerpen, novel, atau tulisan lainnya di kamar depan sampai jam 2 dini hari.
Seperti biasa, alarm di smartphone Hendra berdering pada pukul 3 dini hari. Itu kebiasaan Hendra sejak lajang. Lelaki itu lantas bangun, sementara Marina masih terlelap.
Hendra melangkah ke dapur, memanaskan air. Mengambil cangkir, kopi, gula, dan sendok dari lemari dapur yang menempel di dinding; menaruhnya satu-satu ke meja berbentuk lingkaran kecil.
Baca Juga: Petung Jawa Rabu Kliwon 21 Rejeb 1955 Alip 23 Februari 2922 Baik Budi Bakat Jasa atau Jual Beli
Sambil menunggu air mendidih, Hendra membuka laptop bersiap mengetik materi kuliah hari itu.
Suara langkah kaki dari luar dapur membuat Hendra berhenti mengetik. Hendra menoleh, tampak remang di sana.
“Marisa? Kaukah itu?” panggilnya.
Hendra beranjak menuju ruang tengah. Ia membiarkan ruangan itu tetap temaram. Ia mendekat ke kamar depan dekat ruang tamu.
Ia ingat, di kamar itu ada sebuah lemari pakaian yang masih kosong. Sebuah springbed ukuran kecil tempat istrinya biasa berbaring sejenak melepas penat setelah mengarang. Di dekat jendela ada meja tempat Marisa biasa menulis cerpen.
Dari sela pintu kamar depan itu, Hendra melihat pendar cahaya. Hendra yakin telah mematikan lampu kamar itu, tadi malam, sebelum tidur. Siapa yang telah menyalakan lampu kamar depan itu?