harianmerapi.com - Cerita Babad Tanah Jawi, ketika Mataram dilanda pedut hitam.
Guna memenuhi permintaan rakyat Banyumas melakukan ibadah, Ki Ageng Mataram pemerintahkan ‘pepatih’ Kabupaten Banyumas membangun sebuah masjid
Rakyat Bayumas pun dengan gembira bergotongroyong, mendirikan tempat ibadah tersebut.
Namun ternyata tidak segampang yang diharapkan, karena beberapa kali mengalami kegagalan.
Dalam Babad Tanah Jawi, diceriterakan pembangunan masjid di Banyumas yang kemudian diberi nama Bale Sipanji itu memerlukan pemikiran dan kekuatan lahir batin,
karena sebelumnya selalu mengalami kegagalan.
Yakni ketika calon penyangga atau ‘sakaguru’ masjid tidak bias berdiri tegak, selalu miring atau ‘dhoyong’.
Berkali-kali selalu begitu membuat ‘pepatih’ Banyumas bingung, akhirnya melapor kepada sang bupati.
Awalnya Bupati Banyumas sendiri juga bingung, kenapa tiang penyangga sore didirikan, paginya sudah miring.
Pagi didirikan atau ’dijejegake’, sore sudah kembali miring atau ‘dhoyong’.
Bupati Banyumas sendiri lantas berupaya, dan akhirnya menemui Ki Ageng Kedunglumbu yang dianggap ‘mumpuni watak agal utawa alus’ guna memecahkan masalah lebih-lebih karena gangguan makhluk halus yang tidak ‘kasatmata’.
Ki Ageng Kedunglumbu bersedia mengentaskan penderitaan rakyat Banyumas, namun tidak ditangani diri sendiri melainkan menugaskan muridnya atau ‘siswa kinasih’ yang bernama Raden Nitipraya.
Berangkatlah Raden Nitipraya bersama utusan dari Banyumas ke lokasi pembangunan masjid.