Mendapati kenyataan seperti itu Mas Nung merasa sangat risi, jengah dan malu sendiri. Cepat-cepat dia masuk kembali ke kamarnya.
Tali benang lawe yang tergantung di leher dia lepaskan. Lalu kembali menemui seluruh keluarganya di ruang tamu.
“Alhamdulilah…,” gumamnya pelan. Bapak, Ibu dan kedua adik perempuannya masih tetap asyik bercengkerama. Namun tidak lagi bertelanjang bulat. Semua berpakaian seperti biasanya.
Mas Nung baru percaya akan kata-kata Pakdenya. “Tapi, apa manfaat tali benang lawe itu? Apakah hanya untuk melihat pemandangan seperti itu?” begitu pertanyaan yang selalu memenuhi benaknya.
Baca Juga: Pemimpin yang Zalim 34: Bapak yang Sudah Duda Bicara pada Anak Soal Rencana Ada Ibu Baru
Karena pertanyaan tersebut tidak kunjung mendapat jawaban, Mas Nung memutuskan menyerahkan warisan dari Eyangnya itu kepada Pakdenya.
Konon, oleh Pakdenya, pusaka benang lawe tersebut akhirnya dilarung di laut kidul. (Seperti dikisahkan FX Subroto di Koran Merapi) *