HARIAN MERAPI - Kisah pengalaman horor dialami oleh Pak Banu
Ketika ia pulang dari Jogja ke Klaten pada malam hari lewat jalan sepi tiba-tiba dihadang hantu wedon.
Ayahku punya kegemaran bermain catur bersama dua sahabat karibnya, kadang bermain sampai lewat tengah malam. Salah satu teman ayahku, sebut saja Pak Banu berasal dari Klaten.
Baca Juga: Ada orang kuat di belakang Andhi Pramono? KPK : Ada pihak halangi penyidikan
Untuk bisa bermain catur dengan ayahku, Pak Banu harus menempuh jarak kurang lebih 45 km, dari Klaten ke Jogja.
Jarak tidak jadi masalah bagi Pak Banu, asal bisa berkumpul dan bermain catur bersama diiringi gelak tawa dan obrolan ngalor ngidul.
Suatu malam setelah permainan catur usai, Pak Banu memutuskan untuk pulang padahal jam sudah menunjukkan pukul 23.30 malam.
Sepertinya beliau sudah terbiasa bolak-balik Klaten-Jogja, jadi pulang larut malam pun sudah menjadi hal biasa baginya.
Karena kasus klitih sedang ramai diperbincangkan serta imbauan dari aparat kepolisian bagi warga untuk tidak beraktivitas di luar rumah hingga larut malam, Pak Banu memilih jalan alternatif.
Sebuah jalan sepi melewati areal persawahan, kebun dan ladang atau disebut mbulak, di mana lokasinya jauh dari permukiman warga.
Baca Juga: Ajang silaturahmi dan saling kenal, pengurus dan bacaleg Demokrat Bantul nonton bareng pidato AHY
Pak Banu beralasan, geng klitih jarang sekali mencari mangsa di daerah semacam kawasan mbulak yang jarang dilewati manusia. Pak Banu memacu motornya, sorot lampu motor menerangi jalan di depannya.
Angin malam berembus cukup kencang. Bunyi hewan malam saling bersahutan. Pepohonan tumbuh tinggi rapat seperti dinding kegelapan.
Mendadak Pak Banu berhenti. Tepat di depannya, terlihat sosok seperti pocong, putih, berukuran kecil. Lama kelamaan, sosok itu semakin besar, hingga tingginya mencapai lebih dari dua meter. Pak Banu gelagapan.
“Tolong! Toloong!” teriak Pak Banu, tanpa berpikir dua kali langsung turun dari motor.