kearifan

Bedah buku Ratu Adil: Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik, disertasi diterjemahkan dan diterbitkan detelah 32 tahun

Selasa, 25 Juni 2024 | 19:00 WIB
Romo Sindhu sedang memberikan tandatangan di bukunya. (MERAPI-HENDRO WIBOWO)

HARIAN MERAPI - Bedah buku Ratu Adil: Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik diselanggarakan beberpa waktu lalu di Ruang Ki Hadjar Dewantara Lt 2 Fakultas Ilmu Sosial, Hukum, dan Ilmu Politik (FISHIPOL) Universitas Negeri Yogyakarta.

Ada 3 pembicara : Prof. Dr. Suminto A Suyuti (Dosen UNY), Eka Ningtyas, S. S., M. A. (Dosen UNY) dan Sindhunata (Penulis).

Andi Tarigan dari Gramedia Pustaka Utama menjelaskan  usai acara, “Ini adalah Bedah Buku yang kedua. Yang pertama di Bentara Budaya Jakarta pada Jum’at, 12 Januari 2024 saat pameran lalu,

Baca Juga: Konflik Lahan Tambang Emas di Papua ‘Bos BLN Salatiga’, Petrus Wekan SH: Bukan Hutan Adat, Tetapi Lahan Dusun...

dengan menghadirkan 3 pembicara : Sutta Dharmasaputra (Pemimpin Redaksi Harian Kompas), Hilmar Farid, Ph. D (Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek) dan Andi Tarigan (moderator). Menurut rencana, bedah buku berikutnya di Malang.”

Sindhunata menaruh perhatian pada mesianisme atau Ratu Adil. Saat menempuh pendidikan doktoral di Sekolah Tinggi Filsafat Jesuit (Hochschule fur Philosophie, philosophische Fakultat) di Munchen, Jerman pada tahun 1992, ia menyelesaikan disertasinya berjudul “Ratu Adil: Motif Eskatologi Gerakan Wong Cilik di Jawa Akhir Abad ke-19 hingga Awal Abad ke-20”.

Setelah 32 tahun, ia menerjemahkan disertasinya dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dengan judul “Ratu Adil: Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik”. Buku itu dirilis pada tanggal 11 Januari 2024 lalu di Bentara Budaya Jakarta.

"Saya sendiri juga heran, baru 32 tahun kemudian saya terjemahkan. Ini kekuatan waktu gitu ya, jangan-jangan penantian yang dikatakan ramalan Jayabaya waktu itu mempunyai kekuatan untuk menerangkan dirinya apa yang mau dia buka. Bahwa Ratu Adil itu datang bukan sebagai person, tapi untuk menerangkan realitas demokrasi kita sekarang ini," ujar Sindhunata.

Baca Juga: Ini potensi kekerasan berbasis gender pada Pilkada 2024, antisipasi dari sekarang

Menurut Sindhunata, disertasi ini lahir karena tantangan seorang professor sekaligus sosiolog saat ia menempuh studi doktoralnya untuk membuat sesuatu yang berguna untuk masyarakat dan negaranya.

Saat itulah ia berpikir untuk menggarap tema sejarah perlawanan wong cilik dalam tradisi Ratu Adil. Apalagi pengalamannya sebagai wartawan Kompas, yang banyak bersentuhan, bergaul, dan menulis tentang wong cilik.

Menurut Sindhunata, wong cilik ini adalah orang-orang nir aksara (tanpa tulisan, tanpa dokumen). Maka prosesnya tidak mudah. Melalui proses inilah, ia menemukan bahwa sejarah harus didekati dari berbagai macam disiplin.

"Karena selama ini yang ditulis tentu saja sejarah-sejarah makro, pemikiran-pemikiran besar, tetapi bagaimana menyelami pemikiran orang-orang kecil ini. Dan di sini saya bergulat dengan berbagai macam arsip-arsip sejarah. Lalu juga ternyata pendekatan sejarah tidak mungkin hanya sejarah saja, tapi dengan pendekatan sastra, dengan tradisi-tradisi kebatinan seperti ngelmu, juga sinkretisme," jelas Sindhunata.

Baca Juga: Benarkah Ridwan Kamil tak punya kompetitor di Pilkada Jabar, begini analisis guru besar Unas

Ia mengaku, melalui proses ini menemukan begitu banyak kekayaan yang ada dalam diri wong cilik.

Halaman:

Tags

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB