“Ealah dingin-dingin begini kamu berenang di selokan. Sendirian pula. Mana teman-temanmu?”
Sugi menggeleng kemudian berlalu meninggalkan Parno.
“Sebentar Gi, ini buat beli permen!” Teriak Parno sambil merogok uang dari saku bajunya.
Baca Juga: Empat pola asuh orang tua menurut Baumrind, antara lain authoritarian dan authoritative
Namun, Sugi sudah tidak kelihatan lagi. Parno pun bangkit dari duduknya dan memilih untuk meninggalkan cakruk itu karena hari sudah semakin petang. Sampai di rumah, Parno bercerita pada kakaknya.
“Kang, tadi aku melihat Sugi. Bocah itu nakal juga ya petang-petang baru pulang bermain hehehe.”
“Sugi siapa?” tanya kakaknya.
“Sugi anaknya Lik Man.”
“Lha dia kan sudah lama meninggal, terpeleset dan hanyut di selokan. Hanya satu bulan setelah kamu pergi merantau kok.” Kata kakaknya.
“Ah yang benar! Terus tadi siapa?” Parno terperanjat.
Parno dan kakaknya terdiam.
Baca Juga: Peringatan! Wisatawan pantai selatan Bantul diminta waspada gelombang tinggi
“Astaga! Kenapa aku bisa tidak sadar kalau pun Sugi masih hidup pasti sekarang usianya juga sudah dewasa. Bukan anak kecil kelas empat SD seperti dulu.” Parno menepuk jidatnya.
Bulu kuduknya mendadak meremang. (Seperti dikisahkan Rizkia Hety Netarahim di Koran Merapi) *