HARIAN MERAPI - Kisah Sunan Geseng murid setia Sunan Kalijaga 1, penyadap nira yang mendapat sebongkah emas menyilaukan
Sunan Geseng adalah seorang mubaligh murid setia Sunan Kalijaga. Dia berasal dari desa Bedhug, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo.
Nama aslinya Cakrajaya, seorang penyadap nira. Karena sangat miskinnya, di desanya dia juga dijuluki Ki Petungmlarat.
Meski miskin, nmun Cakrajaya rajin melakukan tirakat dan tapabrata, untuk mendalami ngelmu Kejawen, sehingga mampu memiliki kesaktian.
Setiap kali Ki Cakrajaya akan menyadap nira (nderes klapa), dia selalu sambil ura-ura (melantunkan tembang) yang sekaligus juga sebagai mantra menyadap nira, “Clonthang clanthung wong nderes buntute bumbung, apa gelem apa ora.”
(Clontang clantung orang menyadap ekornya bumbung, apa mau apa tidak).
Ketika dia memanjat sebuah pohon kelapa untuk menyadap nira, juga sambil nembang. Di bawah pohon kelapa yang dipanjatnya ada seseorang yang menegurnya, ”Hai ki sanak, tidak begitu doanya bila mau menyadap nira. Doanya adalah dengan menyebut Asma Allah.”
Baca Juga: Restoran Bumi Aki, wisata kuliner khas Sunda yang cocok untuk berfoto ria
Kemudian ‘orang asing’ itu berkata kepadanya,“Bila ki sanak akan melakukan sesuatu pekerjaan awalilah dengan membaca dua kalimat syahadat dan menyebut Asma Allah, “Bismillahirahmannirahim……”
‘Orang asing’ itu kemudian diajaknya singgah ke rumah Ki Cakrajaya. Di rumahnya, tamu itu meminta ijin kepadanya untuk ikut mencetak ‘setangkep’ gula jawa dengan cetakan tempurung kelapa.
Selesai mencetak gula jawa, sebelum pamit tamu itu berpesan,”Jangan sekali-kali cetakan gula itu dibuka sebelum saya jauh meninggalkan rumahmu ini.”
Ketika sang tamu telah jauh dari rumahnya, dengan tak sabar lagi bergegaslah Ki Cakrajaya membuka cetakan gula jawa itu.
Ketika tempurung cetakan gula jawa itu dibuka, dia sangat kaget dan terheran-heran. Karena di dalam cetakan itu bukanlah berisi setangkep gula jawa, tetapi sebongkah emas yang menyilaukan matanya.