Alat-alat kelengkapan berupa : daun pisang secukupnya untuk alas tumpeng; kalo (saringan santan) yang baru (belum pernah digunakan); cobek tanah liat yang baru (belum pernah digunakan).
Jika sudah lengkap, nasi tumpeng dengan segala isinya diletakkan di dalam kalo. Kalo dialasi (diletakkan) di atas cobek yang diberi alas daun pisang.
Cobek melambangkan bumi (tanah) tempat kita berpijak. Jika tidak dialasi cobek, nasi tumpengnya bisa terguling. Ini sebagai simbol bahwa dalam menjalani kehidupan di dunia ini, ada keseimbangan atau harmonisasi antara jasmani dan rohani.
Antara unsur bumi dan unsur Tuhan. Antara kebutuhan raga dengan kebutuhan jiwa, sehingga menjadi manusia sejati yang meraih kemerdekaan lahir dan kemerdekaan batin.
Daun pisang dihias sedemikian rupa sebagai alas meletakkan tumpeng dan sayuran. Daun yang hijau melambangkan kesuburan dan pertumbuhan.
Sisa guntingan atau potongan daun pisang, diletakkan di antara cobek dengan kalo. Letakkan uang logam (koin) pecahan Rp.100,00 atau Rp 500,00 atau Rp 1000,00 bersama sampah sisa potongan daun pisang. Maknanya segala macam “sampah kehidupan”, sifat-sifat buruk ditimbun. (Hendro Wibowo/Koran Merapi)*