Perlahan matanya terbuka. Infus terpasang di arteri. Aroma bangsal menyadarkan bahwa dia ada di rumah sakit.
"Kamu baik-baik saja Marwan?" tanya Supri.
"Sudah yang berlalu biarlah berlalu, kamu harus kuat dan memulai hidup baru. Sekarang aku pamit dulu ya." kata Supri.
Marwan mengangguk lemas. Pun terheran pada sahabatnya yang terlihat pucat. Seingatnya waktu berangkat ke pantai Supri mengenakan baju hijau. Tapi kini sudah mengenakan baju serba putih.
Supri menghilang di balik pintu. Disusul ibu dan dokter datang untuk memeriksa keadaan Marwan. Setelah tiga hari dirawat, Marwan diperbolehkan pulang. Dia heran kenapa sahabatnya tidak muncul lagi.
"Ibu, kok Supri tidak pernah kelihatan lagi ya?" tanya Marwan kepada ibunya.
"Nak, yang sabar ya. Saat kamu tenggelam, Supri berusaha menolongmu. Tetapi malah dia yang terseret arus ke lautan." kata Ibunya berlinang air mata.
Marwan terdiam. Air matanya kembali basah. Marwan menangis sejadi-jadinya. Kehilangan sahabat untuk selamanya lebih menyakitkan daripada kehilangan kekasih.
Seperti pesan Supri, Marwan memulai kehidupan baru dan move on dari masalahnya. Ada misteri yang belum terjawab, kalau Supri sudah meninggal lalu siapa yang menjenguk Marwan di rumah sakit?
Lalu bambu yang menolongnya, apakah sebenarnya itu tangan Supri? Jika benar itu tangan Supri, Marwan berutang pada Supri. (Dikisahkan Indri Astuti di Koran Merapi) *