Sekarang, setelah Nglinggo menjadi desa wisata yang tenar, Yuyuk dan perajin gula aren lainnya tak perlu lagi susah-susah turun gunung untuk menjual hasil pekerjaannya.
"Di sini saja nanti sudah habis dibeli wisatawan, belum lagi kalau ada pesanan untuk dikirim ke luar daerah," katanya, sumringah.
Setiap hari, Yuyuk bersama suami mampu membuat gula aren sebanyak 35 tangkep. Satu tangkep dijual seharga Rp12.000, dan bisa lebih mahal saat produksi nira sedang sulit.
Menurut dia, gula aren buatannya sudah disukai banyak pembeli karena murni dari nira. Tidak ada campuran apapun, seperti gula kelapa hasil produksi daerah lain.
Yuyuk mengatakan, gula aren yang murni atau asli dengan yang campuran bisa dilihat perbedaannya dari segi warna dan rasa.
Menurutnya, gula aren yang tidak murni warnanya agak terang. Berbeda dengan yang murni yang warnanya lebih pekat. Bahkan, ada yang berwarna coklat gelap.
"Ibu-ibu lebih suka yang coklat gelap cenderung hitam, karena bagus untuk bumbu," katanya.
Yuyuk mengatakan lagi, hasil produksi gula aren dari Desa Nglinggo sekarang sudah terkenal hingga ke mancanegara. Beberapa wisatawan domestik juga sering memesan sebagai buah tangan bagi kerabatnya.
Karena itu, dia tak lagi kesulitan memasarkan gula aren. Apalagi sekarang, proses pembuatan gula aren menjadi salah satu spot eduwisata di Nglinggo, yang tentu saja membuat gula aren semakin terkenal.*