TAK ada ampun bagi ASN yang melakukan pelanggaran berat, seperti tindak pidana perkosaan. Di Gunungkidul dua ASN mendapat sanksi berat dari institusinya.
Masing-masing, SN yang dikenai sanksi karena bercerai namun tidak melaporkannya kepada BKPPD Gunungkidul, sedang seorang lagi GN melakukan perkosaan dan dijatuhi hukuman 9 tahun oleh MA setelah kasasinya ditolak.
SN diturunkan pangkatnya satu tingkat selama 12 bulan, sedang GN dipecat atau diberhentikan tidak dengan hormat. Meski dijatuhi sanksi, SN masih tetap berstatus sebagai ASN, sedang GN sudah habis karirnya karena dipecat dari ASN.
Baca Juga: Kisah Hesti Nugraheni membesarkan brand batik Hesti Nugraheni Tamam
GN melakukan pelanggaran sangat berat sehingga dipecat dari ASN. Tentu ini hukuman yang setimpal. Bahkan MA malah menghukumnya sembilan tahun penjara. Bedanya, hukuman pemecatan bersifat administratif, sedang hukuman yang dijatuhkan MA bersifat pidana.
Hukuman tersebut mungkin terasa berat bagi GN, namun bagaimana dengan nasib korban perkosaan ? Tentu jauh lebih berat mengalami penderitaan. Untuk itulah hukuman yang dijatuhkan kepada GN sudah sepantasnya.
Padahal, kalau mengacu pada Pasal 285 KUHP, ancaman hukuman bagi pemerkosa adalah 12 tahun. Namun dalam praktiknya sangat jarang hakim yang menjatuhkan hukuman maksimal. Karenanya, hukuman 9 tahun penjara dirasa mendekati hukuman maksimal. Tentu penjatuhan hukuman tersebut telah mempertimbangkan berbagai faktor, yakni yang memberatkan dan meringankan.
Perkosaan atau persetubuhan paksa adalah perbuatan tercela dan patut dikutuk. Apalagi itu dilakukan ASN yang notabene seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat. Langkah Pemkab Gunungkidul yang memberhentikan tidak dengan hormat GN sudah tepat, dan diharapkan memberi efek jera.
Kalau dilihat aturannya, hakim sebenarnya bisa menjatuhkan hukuman tambahan kepada pelaku perkosaan, yakni kebiri kimiawi yang bersifat sementara. Namun tidak semua kasus perkosaan dikenai hukuman tambahan dengan alasan hukuman pokoknya sudah memadai.
Tak kalah penting, efek dari pejatuhan hukuman berat. Hukuman berat akan berefek pada masyarakat. Mereka akan berpikir ulang ketika hendak melakukan kejahatan, apalagi tindak perkosaan yang ancamannya hingga 12 tahun penjara, belum lagi masih ditambahi hukuman kebiri.
Baca Juga: Yogyakarta Komik Weeks 2022 usung tema Aksi Transisi, pamerkan 60 karya seniman di JNM
Itulah esensi dari penjatuhan hukuman yang menimbulkan efek jera, sehingga tidak ada pengulangan perbuatan pidana, baik bagi pelaku maupun orang lain. Di sisi lain, masyarakat juga harus hati-hati, terutama kaum perempuan, jangan beri peluang terjadinya perkosaan. (Hudono)