Dipecat Karena LGBT

photo author
- Jumat, 24 Mei 2019 | 20:36 WIB
C25mei2019
C25mei2019


-
ilustrasi

MUNGKIN ini kasus pertama di Jawa Tengah. Seorang polisi berpangkat bripda, TT, diberhentikan tidak dengan hormat karena memiliki orientasi seks yang menyimpang atau sering dikategorikan dalam LGBT (lesbian, gay, biseks dan transgender). Ia dianggap melanggar kode etik kepolisian. Tidak terima atas pemecatan itu, TT melalui kuasa hukumnya menggugat Kapolda Jateng ke PTUN. Hingga kini kasusnya masih berjalan.

Bila dirunut, TT awalnya dituduh melakukan tindak pidana pemerasan. Namun kasusnya tidak terbukti, bahkan orang yang disebutnya sebagai korban malah membantahnya. Entah bagaimana asal muasalnya, TT tiba-tiba diperiksa untuk kasus lain, tanpa adanya laporan masyarakat. TT dinilai melanggar Perkap 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP).

Adalah hak TT untuk menggugat Kapolda Jateng karena mata pencahariannya sebagai seorang polisi dicabut. Dengan memecat yang bersangkutan, sama halnya menghentikan mata pencaharian TT. Tapi di sisi berlawanan Polri juga berwenang melakukan pemeriksaan terhadap anggotanya yang dinilai melanggar profesi.

Untuk itulah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) putusan Kapolda Jateng yang memecat TT sebagai anggota polisi diuji. Inilah tempat paling tepat untuk menguji kebijakan pejabat. Langkah yang ditempuh TT sudah benar karena melalui mekanisme hukum. Sedangkan putusan pejabat publik, dalam hal ini Kapolda Jateng, berupa pemecatan bersifat internal sehingga sidangnya melalui komite disiplin.

Ada pertanyaan kritis yang bisa diajukan terkait kasus tersebut. Antara lain, kalau TT dianggap melanggar disiplin, mengapa baru saat ini dipersoalkan, mengapa tidak ketika yang bersangkutan mendaftar sebagai anggota polisi ? Sebab, boleh jadi ia sudah mengalami kelainan seksual sejak sebelum mendaftar Polri.

Putusan PTUN nanti diharapkan bisa menjadi preseden untuk mengadili kasus serupa lainnya. Meski objek yang digugat adalah putusan pejabat, namun substansi perkara tetap akan diperiksa. Misalnya terkait persamaan hak warga negara dalam memperoleh pekerjaan. Hanya saja, kelemahan putusan PTUN adalah dalam hal eksekusi. Misalnya, ketika putusan PTUN menyatakan gugatan TT diterima dan Kapolda harus membatalkan SK pemecatan, bagaimana seandainya putusan tidak dilaksanakan ? Itulah problem putusan PTUN yang tidak memiliki daya paksa, kecuali hanya secara moral.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Rekomendasi

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB
X