PENGADILAN Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis pidana mati kepada Ferdy Sambo karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Novrianysah Yosua Hutabarat atau Brigadir J sebagaimana dakwaan Pasal 340 KUHP.
Sedang istri Sambo, Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara karena terlibat dalam tindak pidana pembunuhan berencana tersebut.
Vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini sontak mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Ibunda Brigadir J bersyukur atas vonis tersebut.
Vonis mati ini seakan menjadi jawaban keraguan masyarakat atas independensi hakim. Apalagi, sebelumnya beredar luas di media sosial bahwa vonis Sambo telah bocor, yang kemudian dibantah Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kasus Ferdy Sambo memang fenomenal dan menjadi perhatian masyarakat, baik nasional maupun internasional. Sebab, kasus tersebut melibatkan pejabat Polri yang notabene menduduki posisi strategis dalam menegakan disiplin dan etik Polri, yakni Kadiv Propam.
Kasus ini nyaris tenggelam dan hanya dianggap sebagai kasus tembak menembak antara Brigadir J dengan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.
Namun, akhirnya terungkap fakta bahwa kasusnya bukanlah tembak menembak, melainkan pembunuhan yang disutradarai Ferdy Sambo. Adalah Richard Eliezer yang membongkar kebohongan itu. Meski dia sebagai eksekutor penembakan, atas perintah Ferdy Sambo selaku atasannya, namun Bharada E berani membongkar kejadian yang sebenarnya.
Untuk itulah Menkopolhukam Mahfud MD mendoakan agar hukuman Richard Eliezer diringankan, namun itu semua menjadi kewenangan majelis hakim yang menyidangkan perkara. Mahfud sama sekali tidak bermaksud mengintervensi kewenangan tersebut.
Benarkah Ferdy Sambo akan dihukum mati ? Pertanyaan ini penting diajukan, mengingat vonis mati belum tentu bisa dieksekusi. Vonis mati di Indonesi belum sepenuhnya efektif. Apalagi, sebagaimana diatur dalam KUHP yang baru, vonis mati tak bisa serta merta dilaksanakan meski telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Baca Juga: Mayat Laki-laki Ditemukan di Kebun Kopi Banaran Semarang, Sekujur Tubuhnya Melepuh dan Bengkak
Sebab, terpidana masih diberi kesempatan selama 10 tahun sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap, untuk terbebas dari vonis mati. Bila selama 10 tahun itu berkelakuan baik, ditunjukkan dengan surat kelakuan baik dari Kepala Lapas, maka yang bersangkutan terhindar dari hukuman mati.
Bila aturan ini diberlakukan, tentu akan memunculkan fenomena baru, yakni para terpidana mati akan berusaha keras, bahkan dengan menyuap Kalapas, agar mendapat surat keterangan berkelakuan baik. Alhasil, nantinya tidak akan ada terpidana yang dieksekusi mati, lantaran akan mati-matian mendapatkan surat kelakuan baik. (Hudono)