BERPARAS cantik, kaya raya, karir moncer dan punya suami menduduki jabatan strategis di kepolisian, membuat Pinangki Sirna Malasari atau sering disapa jaksa Pinangki menjadi sorotan publik.
Sebenarnya bukan faktor itu saja yang membuatnya terkenal, melainkan karena ulahnya yang justru mencoreng institusi Adhyaksa.
Ya, orang bicara Pinangki akan selalu mengaitkan dengan kasus yang membelitnya, yakni menerima suap dari Djoko S Tjandra 500 ribu dolar AS (sekitar Rp 7, 3 miliar) dalam pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
Penerima suap dari terpidana kasus cessie Bank Bali ini jabatan terakhirnya adalah Kepala Subbag Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI.
Baca Juga: Agar Tak Bermasalah, KPK Ingatkan Akurasi Data Penerima Bantuan Usaha Mikro
Yang menarik, dengan jabatan strategis dan kekayaan yang terbilang 'wah', berdasar laporan ke KPK harta kekayaannya mencapai Rp 6,8 miliar tahun 2019, Pinangki masih mau menerima suap dari Djoko Tjandra. Lagi-lagi, untuk apa dengan kekayaan sebesar itu ia mau menerima suap ? Apa yang hendak kau cari Pinangki ?
Sekadar catatan, berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan 31 Maret 2019, Pinangki memiliki harta Rp 6.838.500.000.
Pinangki memiliki 3 properti berupa tanah dan bangunan, 2 berada di Bogor, lainnya di Jakarta Barat. Total aset properti miliknya yang dilaporkan sebesar Rp 6.008.500.000.
Pinangki juga punya 3 mobil dengan nilai Rp 630.000.000. Mulai dari Nissan Teana tahun 2010, Toyota Alphard tahun 2014, dan Daihatsu Xenia tahun 2013. Dia juga melaporkan punya tabungan tunai Rp 200.000.000.
Baca Juga: KPK Panggil Anggota DPR RI Dedi Mulyadi Terkait Kasus Proyek di Pemkab Indramayu
Namun setelah KPK melakukan verifikasi pada 29 Desember 2019, lembaga antirasuah ini menilai LHKPN milik Pinangki tidak lengkap. Lantas berapa sesungguhnya harta kekayaan Pinangki ? Masih perlu diverifikasi lagi.
Memang banyak sengkarut dalam kasus Pinangki, mulai dari hukumannya yang dikorting sampai lebih dari 50 persen, hingga kabar ia tetap menerima gaji dari negara saat berada di lapas. Namun untuk hal yang disebut terakhir ini Kejaksaan Agung melalui Kapuspenkum Leonard Eben Ezer Simajuntak membantahnya. Leonard mengatakan gaji Pinangki telah dihentikan sejak September 2020.
Yang jelas, ketika vonisnya inkrah atau telah memiliki kekuatan hukum tetap, ia masih berstatus PNS tapi nonaktif dari tugas-tugas di kejaksaan. Nah, apakah selama nonaktif itu ia tak menerima gaji, atau menerima gaji tapi tak diambil, meski jumlahnya tak utuh ?