APA yang terjadi bila bocah klitih dikejar bocah klitih ? Pasti rawan terjadi kekerasan. Apalagi mereka membawa senjata tajam yang siap dihujamkan ke lawan. Namun dalam peristiwa klitih yang terjadi di Jalan AM Sangaji Yogya Sabtu dini hari pekan lalu itu korban meninggal bukan karena dibacok, tapi karena motornya menabrak pohon.
Korban tewas adalah Ahmad Jaelany (14) warga Gondokusuman Yogya. Sedang temannya yang diboncengkan mengalami luka-luka.
Kematian Jaelany sungguh sangat tragis, ia meninggal di usia sangat muda. Lebih tragis lagi, ia meninggal karena dikejar rombongan klitih. Apakah korban juga klitih ? Setidaknya, menurut data kepolisian, di motor korban ditemukan celurit. Sebelum kejadian, korban justru mengejar pelaku lantaran memblayerkan knalpot motornya.
Baca Juga: Pemkot Yogya Klaim PPKM Turunkan Kasus Baru Covid-19
Korban dan temannya tentu tak mengira bila yang dikejar ternyata jumlahnya lebih banyak, sehingga balik arah dan giliran mengejar korban hingga terjadi kecelakaan lalu lintas. Jika demikian, apakah rombongan klitih tersebut dapat dituntut pidana, lantaran korban meninggal bukan karena dibacok melainkan lakalantas ?
Untuk mengungkap kasus tersebut tentu butuh penyelidikan mendalam dari aparat kepolisian, termasuk penyebab korban meninggal. Bila dilihat dari teori sebab-akibat, atau hubungan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya, tentu kaitannya sangat erat. Logikanya, bila Jaelany tak dikejar rombongan klitih, mungkin tak terjadi kecelakaan.
Korban mengalami kecelakaan karena panik dikejar rombongan klitih sehingga tidak bisa menguasai kendaraannya hingga menabrak pohon dan tewas. Biarlah polisi yang mengurai dan mengaitkan peristiwa pengejaran itu dengan kejadian menabrak pohon.
Baca Juga: Satgas Nemangkawi Tembak Anggota KKB Kopengga Enumbi Alias Yamu Enumbi
Yang jelas,kasus di atas terkait erat dengan peristiwa klitih. Untuk itulah Kapolresta Yogyakarta sampai memerintahkan anggotanya untuk menembak di tempat pelaku klitih. Kiranya tepat bila ada terapi kejut terhadap pelaku klitih. Pasalnya, selama ini tindakan aparat yang lebih bersifat persuasif-edukatif tidak membawa efek jera.
Nah, kalau tembak di tempat, pasti pelaku klitih akan berpikir ulang. Sebab, bila ketahuan nglitih, konsekuensinya bakal menghadapi muntahan timah panas dari petugas. Mungkin tembakannya bersifat melumpuhkan, bukan mematikan, namun tetap mengerikan bila mengenai anak.
Kiranya kebijakan tembak di tempat merupakan langkah terakhir ketika pelaku klitih sudah tak mungkin lagi diperingatkan, apalagi tindakannya membahayakan nyawa orang lain. Jadi bila main-main dengan polisi, bersiaplah untuk ditembak di tempat. (Hudono)