KASUS pembunuhan yang menewaskan Taufiq Restu Aji (21), warga Salatiga terungkap. Pelakunya adalah Magesa Gus Anang Arifin (21) warga Dusun Celengan Desa Lopait, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.
Dialah yang membunuh Taufiq Restu Aji setelah keduanya terlibat duel di wilayah Jalan Ki Penjawi Salatiga beberapa hari lalu. Taufiq ditusuk pisau di bagian rusuk kiri hingga tembus jantung hingga meninggal.
Ketika diinterogasi petugas, Anang mengaku membunuh Taufiq lantaran adik iparnya telah dihamili korban dan yang bersangkutan tak mau bertanggung jawab. Namun, benarkah hanya karena alasan itu, polisi masih mendalaminya.
Anang bakal dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiyaan yang menyebabkan orang meninggal dengan ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara.
Alasan Anang membunuh Taufiq sepertinya masuk akal, lantaran ia marah adik iparnya telah dihamiliki korban. Tapi apakah lantaran itu ia harus menghabisi nyawa Taufiq ? Apa urusannya ?
Dalam pengembangan penyidikan, motif sangat penting untuk mengungkap kasus secara komprehensif. Bahkan, motif ini akan berpengaruh bagi hakim dalam menjatuhkan vonis nanti.
Baca Juga: Berkunjung ke Rumah Seniman Sardono W Kusumo, Ini yang Membuat Susi Pudjiastuti Bergenang Air Mata
Meski demikian, tidak ada motif yang dibenarkan hukum untuk menghilangkan nyawa seseorang, kecuali karena kondisi darurat atau membela diri, misalnya kalau tidak membunuh maka nyawanya justru terancam. Misalnya, seseorang terpaksa membunuh maling, karena jiwanya terancam. Artinya, bila tidak ada kedaruratan dan tidak ada ancaman jiwa, maka tidak dibenarkan membunuh maling.
Sedang dalam kasus di atas, sama sekali tidak ada motif keterpaksaan membela diri lantaran keduanya sengaja terlibat duel, sehingga hanya didasarkan siapa yang kuat itulah yang menang. Sekalipun duel tersebut telah disepakati sebelumnya, misalnya dengan saling tantang, tetap saja dapat diperkarakan secara hukum. Duel menggunakan senjata tajam hampir dipastikan membawa korban.
Bila adik iparnya memang dihamili Taufiq, mestinya Anang tidak menempuh cara kekerasan untuk menyelesaikannya. Tindakan serangan (menghamili adik ipar) dengan balasan (membunuh) tentu tidak seimbang. Kalaupun hendak diusut soal tindakan menghamili adik ipar, harus melibatkan perempuan yang dihamili. Kalau keduanya sama-sama dewasa, dan tidak ada unsur paksaan, niscaya sulit dituntut secara pidana, melainkan hanya lewat perdata.
Baca Juga: Pemkot Jogja Gelar Operasi Pasar Minyak Goreng, Jumlahnya Mencapai 6.000 Liter
Lain soal bila di dalamnya ada unsur paksaan, perkosaan misalnya, tentu urusannya lebih serius karena pelaku dapat dijerat Pasal 285 KUHP tentang perkosaan. Namun kini pelaku yang diduga menghamili adik ipar Anang telah tewas karena dibunuh, sehingga kasus kesusilaannya tak dapat diteruskan.
Polisi justru memproses hukum orang yang telah menghilangkan nyawa Taufiq atas sangkaan Pasal 351 KUHP ayat (3) dengan ancaman pidana penjara paling lama tujuh tahun. (Hudono)*