SEORANG perempuan inisial NIS (31) asal Magelang dan berdomisili di Dusun Mancingan Parangtritis Bantul baru-baru ini harus berurusan dengan polisi lantaran menganiaya anak usia 8 tahun, sebut saja AR.
Korban dianiaya dengan cara disundut rokok, dipukul sapu lidi dan sebagainya hingga mengalami luka memar. Disebut-sebut AR adalah calon anak tiri NIS yang menjalin hubungan asmara dengan seorang duda yang tak lain ayah kandung AR.
Untungnya, aksi sadis NIS terhenti setelah seorang saksi mendengar suara tangisan dalam kamar kos di Mancingan yang ternyata AR. Korban pun menceritakan apa yang telah dilakukan NIS terhadap dirinya.
Kasus berlanjut, ibu kandung AR yang mendapat laporan penganiayaan terhadap anaknya itu, tak terima dan meneruskan laporan ke polisi. Tak kesulitan, polisi mengamankan NIS dan menetapkannya sebagai tersangka penganiayaan terhadap anak.
NIS bakal dijerat UU Perlindungan Anak dan KUHP khususnya tentang penganiayaan. Mungkin NIS tak pernah menyangka bila kasusnya sampai ke penegak hukum.
Barangkali ia merasa punya hak untuk menganiaya AR yang diaku sebagai anak tirinya. Padahal, tak ada hak sama sekali, bahkan oleh orang tuanya sendiri, untuk menganiaya anak. Anak punya hak mendapatkan rasa aman dan bebas dari penganiayaan.
Tak peduli ibu tiri atau ibu kandung, tak ada hak sama sekali untuk menyakiti anak. Apakah kasus ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan ? Tergantung pihak korban dan kualitas kasusnya. Bila luka yang diderita AR tergolong berat dan bersifat permanen, kasus harus jalan terus sampai pengadilan.
Namun, bila hanya luka ringan dan tidak menimbulkan bekas, bisa dipertimbangkan untuk menempuh cara kekeluargaan. Itupun dengan syarat, pihak korban memaafkannya. Artinya, bila korban atau keluarganya tidak memaafkan, maka kasus jalan terus. Polisi hanya bertindak sebagai fasilitator bila kasusnya hendak ditempuh secara mediasi.
Lantas, apakah ayah kandung AR ikut bertanggung jawab ? Sepanjang tidak ada keterlibatan dalam tindak pidana, yang bersangkutan tak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Kecuali, ditemukan indikasi bahwa sang ayah membantu atau mendukung tindak penganiayaan.
Sementara alasan NIS menganiaya lantaran AR tak mau dinasihati, tak bisa menjadi pembenar perbuatan. Tindakan NIS tetap keliru, meski anak tidak nurut nasihatnya. Apapun alasannya, kekerasan terhadap anak tak dibenarkan hukum. (Hudono)