PENETAPAN status tersangka mantan Bupati Sleman Sri Purnomo (SP) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman mengejutkan publik. Kejari Sleman menetapkan SP sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020. Pertanyaannya, mengapa baru sekarang ditetapkan sebagai tersangka, padahal kasusnya sudah terjadi sejak 2020 ?
Kasus ini berawal ketika Pemkab Sleman mendapat dana hibah pariwisata dari Kementerian Keuangan senilai Rp 68,5 miliar pada tahun 2020. Dana hibah tersebut dimaksudkan untuk membantu masyarakat kecil, khususnya para pelaku pariwisata yang terdampak pandemi Covid-19. Antara lain meliputi kelompok masyarakat di sektor pariwisata, termasuk hotel/restoran dan desa wisata atau desa rintisan wisata.
Namun dalam pelaksanaannya, diduga dana hibah tersebut digunakan tak sesuai peruntukannya, melainkan ke kelompok yang tidak sesuai kriteria Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Untuk melegalisasi penyimpangan tersebut, Bupati Sleman saat itu, Sri Purnomo, menerbitkan Peraturan Bupati tentang pemanfaatan dana hibah pariwisata yang diduga tidak sesuai PMK. Perbup tersebut diduga bertentangan dengan peraturan di atasnya, yakni PMK.
Dari situlah persoalan dimulai, karena Perbup tersebut melegalisasi penggunaan dana hibah pariwisata yang tidak sesuai kriteria yang ditetapkan PMK. Namun, mengapa baru sekarang kasusnya meledak, bukankah itu terjadi pada tahun 2020 atau sudah sekitar lima tahun ?
Tanpa bermaksud mengabaikan masalah waktu, yang jelas, kasus tersebut muncul akibat peraturan yang bertentangan dengan PMK. Artinya, kebijakan Bupati Sleman saat itu sebenarnya sudah masuk kategori koruptif, yakni korupsi di bidang kebijakan.
Akibatnya, negara dirugikan hingga Rp 10,9 miliar. Masih belum jelas apakah penyimpangan penggunaan dana hibah itu menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau keduanya. Sebab, korupsi tak selalu harus menguntungkan diri sendiri, menguntungkan orang atau pihak lain pun bisa dikategorikan korupsi.
Baca Juga: Pansus TWRS DPRD Salatiga mulai bekerja, Bappeda giliran pertama dipanggil
Kalau Kejari Sleman memandang kasus dana hibah pariwisata sebagai korupsi, tentunya tak mungkin tersangkanya hanya satu orang, yakni SP. Hampir bisa dipastikan kasus tersebut melibatkan banyak orang atau beberapa orang. Maka kita sering mengenal istilah korupsi berjamaah. Kita yakin dalam waktu tak terlalu lama Kejari Sleman akan mengumumkan tersangka lagi. Harapannya, tidak ada motif politik di balik kasus tersebut. (Hudono)
| Balas Teruskan Tambahkan reaksi |