cermin

Larangan bansos untuk judol, siapa yang mengawasi ?

Kamis, 31 Juli 2025 | 12:30 WIB
Ilustrasi judol. (freepik)

KITA terhentak ketika melihat data temuan PPATK bahwa ada 571.410 NIK penerima bantuan sosial (bansos) terlibat atau sebagai pelaku judi online (judol). Ditotal nilainya mencapai Rp 957 miliar sejak tahun 2024.

Terhadap data tersebut, Menteri Sosial Syaifullah Yusuf akan akan mengambil tindakan tegas, termasuk kemungkinan menghentikan bantuan tersebut khusus bagi mereka yang terlibat judol.

Kasus bansos untuk judol tentu sangat fenomenal. Mengapa ini bisa terjadi ? Tentu saja bisa, mengingat tidak ada pengawasan terhadap mereka yang menerima bansos uangnya akan digunakan untuk apa.

Baca Juga: Ingat...Masyarakat agar tidak lakukan kegiatan di daerah potensi bahaya Gunung Merapi

Secara privat, ketika uang sudah diserahkan, maka sepenuhnya haknya telah beralih kepada yang bersangkutan. Meski begitu, tentu tetap harus ada pengawasan, mengingat tujuan pemberian bansos adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mungkin ada mengejar dengan pertanyaan, apakah bansos juga bisa menyejahterakan masyarakat ? Di manapun, termasuk di negara maju, dalam lalu lintas perjudian, entah off line ataupun online, bandar selalu diuntungkan. Tak ada bandar yang rugi. Sedangkan pemain tetap akan mengalami kerugian meski sesekali memenangkan permaian.

Lebih tegasnya, hingga saat ini perjudian dilarang di Indonesia, baik off line maupun online. Orang yang terlibat perjudian, baik sebagai bandar maupun pemain, diancam hukuman sebagaimana diatur KUHP. Karenanya, negara tak boleh menolerir segala bentuk perjudian.

Baca Juga: Manchester United Bidik Penyerang RB Leipzig Benjamin Sesko

Terkait temuan PPATK bahwa ada transaksi judol senilai Rp 957 miliar tentu ini bukan main-main, karena melibatkan uang dalam jumlah besar. Dikhawatirkan pemberian bansos menjadi tidak efektif kalau ternyata digunakan untuk judol. Agaknya, termasalah tersebut, penyelesaiannya tak cukup melalui mekanisme hukum, karena terkait masalah sosial kemasyarakatan, bahkan juga budaya.

Masyarakat berpenghasilan rendah, biasanya senang berspekulasi demi mengharapkan sesuatu yang lebih. Judol adalah sarana untuk berspekulasi dan membuai mimpi. Bila menang judol maka uangnya akan bertambah hingga berlipat-lipat.

Judol juga akan membuat pemainnya penasaran, sehigga akan terus bermain sampai uangnya habis. Inilah yang mestinya menjadi perhatian para pemangku kepentingan, selain memberi shock therapy terhadap pemain judol.

Baca Juga: Puncak Penghargaan JNE Content Competition 2025, Jaring 3.952 Karya dari Empat Kategori Lomba

Berkaitan kasus di atas, aparat penegak hukum hendaknya menggandeng para pemuka agama serta tokoh masyarakat untuk menanggulangi penyakit masyarakat seperti judol. Judol harus dilawan secara kolektif. (Hudono)

 

Halaman:

Tags

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB