Rumah tangga berantakan gara-gara judol, begini upaya memperbaikinya

photo author
- Kamis, 19 Juni 2025 | 12:00 WIB
Ilustrasi stop judi online.  (ANTARA/Anom Prihantoro)
Ilustrasi stop judi online. (ANTARA/Anom Prihantoro)



HARIAN MERAPI - Gara-gara kecanduan judi online atau judol, rumah tangga menjadi berantakan.


Lantas, bagaimana cara memperbaikinya ? Tak ada cara lain, selain berhenti judol, harus ada kemauan yang keras.


Psikolog Klinis dari Universitas Indonesia Phoebe Ramadina, M.Psi., Psikolog mengatakan konflik rumah tangga yang muncul akibat pasangan terlibat judi online masih bisa diperbaiki jika ada upaya dan kemauan untuk lepas dari judol.

Baca Juga: Pengusaha Fesyen Bilang Kampus Sangat Penting dalam Menumbuhkan Minat dan Potensi Mahasiswa di Bidang Bisnis

“Lihat apakah ada kesadaran, kemauan untuk berubah, dan komitmen menjalani proses pemulihan dari pasangan. Bila upaya perbaikan sungguh-sungguh terlihat, hubungan masih memiliki peluang untuk dipertahankan dan dibangun kembali,” kata Phoebe ketika dihubungi ANTARA, di Jakarta, Kamis.

Phoebe mengatakan kebiasaan berjudi online berisiko menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan memperburuk kualitas hubungan. Pondasi rumah tangga yang dibangun juga bisa rusak dan memicu krisis kepercayaan dan menciptakan rasa tidak aman di antara pasangan.

Persoalan keuangan seperti kebangkrutan dan kurangnya komunikasi yang efektif juga merupakan konflik dalam rumah tangga yang bisa jadi disebabkan karena pasangan kecanduan judi online, maka itu penting untuk peka terhadap tanda-tanda awal dan segera mengambil langkah untuk mencari bantuan yang tepat.

Psikolog klinis di Personal Growth ini mengatakan jika perilaku berjudi terus berulang tanpa ada itikad untuk berubah, bahkan hingga menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan mental, fisik, atau kondisi keuangan keluarga, maka mempertimbangkan batasan yang sehat menjadi langkah penting.

Baca Juga: Pembangunan Mapolda DIY Seluas 7,5 Hektare di Godean, Bakal Sediakan Ruang Aspirasi Publik dan Unjuk Rasa

“Keputusan untuk mempertahankan atau mengakhiri pernikahan bukanlah hal yang sederhana, dan sangat bergantung pada dinamika unik dalam setiap keluarga. Dalam situasi seperti ini, berpisah bisa menjadi pilihan yang realistis demi menjaga keselamatan dan kesejahteraan diri sendiri serta anak-anak, jika ada,” katanya.

Phoebe juga menyarankan untuk tetap bersikap jernih dalam mengambil keputusan dengan memisahkan antara emosi pribadi dan kebutuhan untuk bertindak demi keselamatan diri dan keluarga.

Ia mengatakan untuk tetap memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar dan menjaga kesehatan mental, serta pastikan jika memiliki anak tetap berada dalam lingkungan yang aman dan stabil secara emosional.

Baca Juga: Kejagung Bantah Klaim Wilmar soal Dana Jaminan Rp11,8 Triliun, Sebut Tak Ada Dana Jaminan dalam Tindak Pidana Korupsi

Dalam situasi seperti ini, Phoebe menyarankan untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat, komunitas, atau tenaga profesional seperti psikolog dan konselor keuangan yang dapat membantu mengelola tekanan emosional sekaligus merancang langkah-langkah pemulihan.*

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Hudono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X