SEORANG remaja usia 15 tahun kedapatan membawa senjata tajam jenis sangkur berkeliaran di kawasan Gamping Sleman baru-baru ini. Untung ada warga yang melihatnya dan segera melapor ke polisi.
Usai mendapat laporan warga, jajaran Polsek Gamping langsung bergerak dan mengamankan anak tersebut. Setelah digeledah, ternyata benar, dia membawa sangkur dan stik besi. Untuk apa membawa senjata tersebut ?
Ketika diinterogasi,remaja warga Yogya ini mengaku hendak membalas dendam kelompok yang dianggap musuh. Lantaran usianya masih di bawah umur, remaja tersebut dititipkan di BPRSR Kabupaten Sleman, tempat khusus menampung anak bermasalah dengan hukum.
Baca Juga: Cerita misteri tanah yang terkutuk 2, demi harta nekat bersekutu dengan iblis
Meski begitu proses hukum tetap jalan. Ia tetap dijerat dengan UU Darurat No 2 Tahun 1951, khususnya Pasal 2 ayat (1) dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun.
Namun, lantaran pelaku masih anak-anak, proses hukum dijalankan secara khusus, yakni menggunakan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang merupakan hukum acara bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Berdasar ketentuan khusus, pidana maksimal yang dapat dijatuhkan kepada anak adalah separoh dari ancaman pidana orang dewasa.
Sidangnya pun digelar secara khusus, yakni pemeriksaan dilakukan tertutup, sehingga tidak bisa dilihat orang umum, namun putusannya bersifat terbuka untuk umum.
Kalau anak tersebut dijatuhi pidana penjara maka akan menjalani di lembaga pemasyarakatan khusus anak. Tapi bisa pula dengan pertimbangan tertentu, hakim menjatuhkan vonis anak dikembalikan kepada orang tua, atau diserahkan ke lembaga sosial untuk dibina.
Sepenuhnya itu menjadi kewenangan hakim. Anak tersebut memang belum sampai beraksi menggunakan senjata tajam untuk melukai musuhnya. Namun, tindakan membawa senjata tajam dan berkeliaran di jalan sudah meresahkan masyarakat, karena itu wajar bila yang bersangkutan diamankan agar tidak membahayakan orang lain.
Tindakan warga yang melaporkan kejadian tersebut kepada polisi sudah tepat, sehingga terhindar dari aksi main hakim sendiri. Bayangkan, bila masyarakat bertindak main hakim sendiri, justru sangat membahayakan anak tersebut. Apalagi bila tidak terkendali, aksi main hakim sendiri bisa berbuntut nyawa melayang.
Kesadaran masyarakat untuk melapor ini patut diapresiasi. Meski begitu, polisi tetap harus proaktif, antara lain dengan melakukan patroli di kawasan yang rentan terjadi kejahatan jalanan. (Hudono)