BELAKANGAN ini aparat kepolisian di daerah banyak membongkar kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi. Modusnya sederhana, antara lain dengan memodifikasi tangki mobil untuk memborong solar atau pertalite bersubsidi, kemudian dijual ke masyarakat, tentu dengan harga yang lebih mahal.
Dalam pengungkapan kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi di Sleman baru-baru ini, seorang tersangka AM (41), warga Moyudan, dalam tiga bulan bisa meraup untung Rp 67 juta. Modus di atas sebenarnya termasuk klasik. Intinya, bagaimana bisa membeli BBM subsidi sebanyak-banyaknya untuk kemudian dijual ke masyarakat dengan harga lebih tinggi. Kita terkadang menjadi konsumen mereka.
Misalnya ketika kita membeli pertalite eceran, tentu harganya lebih tinggi dibanding SPBU. Lantas, di mana letak pelanggarannya ? Karena penjualan eceran ini membeli BBM besubsidi melebihi batas yang ditentukan. Supaya tidak ketahuan, penjual eceran ini menggunakan beberapa barcode yang dibeli dari market place. Sementara untuk menampung BBM subsidi yang dibeli dari SPBU menggunakan tangki yang telah dimodifikasi agar menampung lebih banyak.
Baca Juga: Timnas U-17 Lolos Piala Dunia U-17 2025
Kalau mau jujur, sebenarnya penjual bensin eceran ini tak masalah ketika pembelian di SPBU masih dalam kategori wajar, atau tidak banyak. Sehingga ketika dijual secara eceran, keuntungannya pun wajar. Namun kalau sudah menggunakan tangki modifikasi yang besar, sehingga kapasitasnya juga besar, inilah yang menjadi masalah dan wajar bila kemudian ditindak petugas atas tuduhan penyalahgunaan BBM subsidi.
Bila dalam sebulan bisa meraup keuntungan lebih dari Rp 20 juta tentu ini tidak wajar dan patut ditindak. Soal apakah ada kerja sama dengan petugas SPBU, ini menjadi tugas polisi untuk membongkarnya. Sebab, boleh jadi ada kongkalikong antara penjual eceran dengan oknum SPBU.
Kalau kasus ini kita tarik ke scope yang lebih luas, nasional misalnya, maka kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi di masyarakat belumlah seberapa dibanding yang terjadi di Pertamina Patra Niaga.
Dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga dan kilang Pertamina, nilainya sangat fantastis, hampir Rp 1000 triliun dalam kurun tahun 2018-2023.
Masyarakat yang saat itu membeli partamax ternyata telah dibohongi karena sesungguhnya yang dibeli adalah Pertalite yang telah dioplos. Sungguh mengerikan, untungnya Kejaksaan Agung berhasil membongkar kasus ini dan kini sedang diproses. (Hudono)
| BalasTeruskan Tambahkan reaksi |