MASYARAKAT geram menyusul terungkapnya kasus korupsi di PT Pertamina Subholding maupun Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sejak tahun 2018 hingga 2023.
Tak tanggung-tanggung korupsi yang melibatkan para petinggi Pertamina itu telah merugikan negara total hampir Rp 1000 triliun, atau sepertiga dari nilai APBN 2025. Kasus tersebut berhasil diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini.
Korupsi tersebut langsung berdampak pada masyarakat, terutama terkait dengan modus blending dari pertalite menjadi pertamax.
Masyarakat yang selama ini membeli Pertamax ternyata hanya mendapatkan pertalite yang telah diblending dari RON 90 menjadi RON 92 atau diklaim sebagai Pertamax. Masyarakat benar-benar tertipu oleh okum pejabat Pertamina, yakni Dirut Patra Niaga Riva Siahaan.
Mengapa mereka tega membongi rakyat ? Entahlah, yang jelas, praktik kotor itu sudah berlangsung sejak tahun 2018 hingga 2024. Mengapa baru terungkap sekarang ? Itulah pertanyaan besar yang belum terjawab hingga sekarang.
Semua pihak mengapresiasi langkah Kajagung yang berani membongkar praktik curang yang merugikan rakyat tersebut. Boleh jadi, penyimpangan ini sudah terendus lama, namun aparat penegak hukum gamang sebelum ada restu dari Presiden.
Baca Juga: Cerita misteri ada suara tertawa cekikikan di balik pintu kantor pemasaran buah di Semarang
Bagaimanapun kita mengapresiasi sikap tegas Presiden Prabowo Subianto yang dengan lantang menyuarakan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Apakah Kejagung bergerak setelah ada restu Presiden Prabowo ?
Nampaknya begitu. Apalagi, secara hirarkis, Kejaksaan Agung berada di bawah kekuasaan eksekutif. Rasanya tak mungkin Kejagung bergerak tanpa restu Presidien Prabowo Subianto.
Sebagian masyarakat rasanya mulai apatis terhadap situasi di negeri ini yang sarat praktik korupsi. Namun, negeri ini harus tetap bergerak dan tak boleh jatuh ke tangan koruptor. Karena itu perlawanan harus terus dilakukan. Bahwa perlawanan itu belum maksimal, memang harus diakui. Daripada tidak sama sekali, lebih baik bertindak meski belum maksimal.
Baca Juga: Candi Ngawen di Kabupaten Magelang saat ditemukan masih tertimbun material vulkanis Gunung Merapi
Pertanyaan selanjutnya, siapa di balik megakorupsi Pertamina ? Diduga orang kuat, yakni mereka yang dekat dengan kekuasaan. Lantas, kekuasaan sampai level mana, inilah yang belum diungkap Kejagung. Apakah korupsi itu hanya berhenti pada level direktur utama ? Nampaknya tidak, karena diduga di balik itu ada mafia minyak bermain. Siapa mereka ? Itulah tugas Kejagung untuk membongkarnya. (Hudono)