yaitu: (1) kendali diri (self control), kemampuan mengelola emosi dan desakan (impuls) hati yang merusak, (2) sifat dapat dipercaya (thrustworthiness), (3) kehati-hatian (conscientiousness) atau peka terhadap kata hati nurani, dan (4) ivovasi (innovation), mudah menerima dan terbuka gagasan, pendekatan dan informasi-informasi baru.
Demikianlah rahasia yang sebenarnya, mengapa Allah SWT sangat menghargai orang yang
sabar.
Sabar dalam menjalankan perintah-Nya, misalnya menjalankan Shalat dan Puasa. Sabar
menjauhi kemaksiatan atau meninggalkan larangan-larangan Allah, misalnya menjauhi berzina,
minum khamr dan perbuatan maksiat yang lain. Bahkan secara tegas Allah akan menyertai orang-orang yang sabar, sebagaimana fitrman-Nya: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal; 8:46).
Ini berarti bahwa Allah akan memberikan karunianya yang luar biasa kepada orang yang
sabar. Karunia itu, dapat berupa keselamatan, kebahagiaan, ketenteraman, kesejahteraan, kemuliaan, kesuksesan dan sebagainya yang kesemuanya itu menunjukkan ketinggian derajat seseorang di antara sesamanya dan di hadapan Allah SWT.
Hal ini senada dengan sabda Rasulullah SAW: “Barang siapa yang bersabar, maka Allah akan menganugerahkannya kesabaran. Seseorang itu tidak dikurniakan sesuatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas selain daripada sabar”. (HR. Muttafaqun ‘alaih).
Dalam konteks inilah maka fungsi puasa Ramadhan yang langsung dapat kita rasakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah melatih kesabaran. Menahan diri dari makan, minum dan segala sesuatu yang membatalkan selama kira-kira dua belas jam,
yaitu sejak dari waktu terbit fajar sampai terbenam matahari dan dilakukan selama sebulan penuh adalah tindakan yang sangat efektif untuk melatih kesabaran. Lisan, penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan dan tindakan perlu diatur sedemikian rupa, sehingga dapat berfungsi secara efektif, efisien dan proporsional .
Demikianlah, kesabaran itu dapat menjadi ukuran yang paling jelas bagi tingkat kepribadian
seseorang. Orang yang masih sering emosional ketika memecahkan persoalan, selalu tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan dan marah ketika keinginannya belum terpenuhi, berarti pribadinya belum matang.
Sebaliknya, orang yang sabar dalam kondisi apa pun; ketika menerima nikmat, mendapat ujian atau cobaan, bahkan ketika menerima musibah sekalipun, berarti orang tersebut kepribadiannya telah matang. Yaitu pribadi yang mampu tampil secara meyakinkan, penuh percaya diri, mengedepankan pertimbangan nalar dan kreatif-inovatif.
Karena itu, bukanlah sesuatu yang mengada-ada jika Allah memberikan jaminan kesuksesan
hidup bagi siapapun hamba-Nya yang dapat sabar, “Dan orang-orang yang sabar karena mencari
keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)”. (QS. Ar Ra’ad; 13:22).
''Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu''. (QS. Muhammad; 47:31).*
Penulis : Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si.,
Dosen Program Magister dan Doktor FITK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta,
Dewan Penasehat Paguyuban Keluarga Sakinah Teladan (KST) Provinsi DIY,
Ketua Keluarga Alumni Pascasarjana UGM (KAPASGAMA)