MASYARAKAT di kawasan Sukoharjo, Ngaglik Sleman gempar menyusul peristiwa seorang pemuda , FPN (22) yang menghabisi ayah kandungnya, S (66) di rumah mereka, Senin lalu.
Caranya pun sangat sadis, yakni dengan menghantam kepala korban menggunakan palu raksasa. Cerita yang beredar, pelaku marah lantaran keinginan untuk dibelikan game playstation tak dituruti korban. Versi lain menyebutkan pelaku dilarang mencari pekerjaan oleh korban. Mana yang benar, masih diteliti.
Apapun alasannya, rasanya janggal hanya karena masalah seperti itu pelaku sampai nekat menghabisi nyawa ayahnya. Patut diduga ada hal yang tak beres pada diri FPN. Apalagi, di rumah korban juga ditemukan obat untuk penderita gangguan jiwa.
Baca Juga: Begini renpons Presiden soal Paskibraka dilarang berjilbab, Kepala BPIP bakal terancam sanksi ?
Dugaan paling masuk akal pelaku mengalami gangguan jiwa. Sebab, kalau orang waras, rasanya tak mungkin melakukan perbuatan sekeji itu, apalagi kepada ayah kandungnya.
Bahkan, seorang saksi yang mencoba menengok kamar korban untuk mencari tahu kejadiannya, tak luput dari hantaman gendam pelaku. Untungnya ada saksi lain yang membantunya sehingga pelaku berhasil diringkus.
Selanjutnya pelaku diserahkan kepada polisi, kemudian dibawa ke RS Jiwa untuk diperiksa kondisi kejiwaannya. Patut diduga pelaku mengalami gangguan jiwa. Boleh jadi, saat melakukan perbuatan tersebut, penyakit jiwa pelaku sedang kumat.
Baca Juga: PDIP-PKS dan Nasdem koalisi di Pilkada Salatiga2024, didukung 4 parpol non parlemen
Bila pelaku dalam kondisi mengalami gangguan jiwa, tentu saja tak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum, alias lepas dari jeratan hukum. Namun untuk menentukannya, tetap harus melalui pemeriksaan ahli. Langkah penting yang harus dilakukan adalah mengamankan pelaku agar tak dapat mengulangi perbuatannya. Sebab, bila pelaku dibiarkan, sangat mungkin mengulangi perbuatannya.
Orang yang mengalami gangguan jiwa sebaiknya memang dirawat dan untuk sementara tidak berbaur dengan orang sehat, karena bisa membahayakan. Sekalipun itu keluarga sendiri, tetap harus diawasi secara intensif, karena lebih baik diserahkan ke RS Jiwa agar tidak membahayakan orang lain.
Barulah setelah dinyatakan sembuh, yang bersangkutan bisa kembali ke rumah dan tinggal bersama keluarga, mungkin tetap dengan obat jalan.
Jangan sampai peristiwa serupa terulang, tinggal bersama penderita gangguan jiwa yang sewaktu-waktu bisa berbuat nekat. Seperti diatur dalam Pasal 44 KUHP, orang yang mengalami gangguan jiwa, perbuatannya tak dapat dipertanggungjawabkan di depan hukum, apapun yang ia lakukan, termasuk membunuh ayah kandungnya. (Hudono)