BARU-BARU ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat sorotan tajam dari masyarakat, terutama para ahli hukum, terkait tindakannya menersangkakan Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiadi dan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Keduanya disangka menerima suap pengadaan barang yang dinilainya mencapai Rp 88,3 miliar. Bahkan pengumuman dua tersangka tersebut disampaikan lewat konferensi pers dan ditayangkan hampir semua media mainstream di Indonesia.
Lantas, apa yang salah ? Tentu saja ini menyangkut kewenangan. Sebab, KPK tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan anggota TNI sebagai tersangka, dalam kasus apapun, termasuk korupsi.
Baca Juga: Pengalaman mistis Surti tinggal di rumah kuno peninggalan Belanda yang di belakangnya ada makam
Bila dalam penyelidikan atau pemeriksaan penyelidik atau penyidik KPK mendapati dugaan keterlibatan anggota TNI dalam kasus korupsi, maka diserahkan sepenuhnya kepada TNI untuk memprosesnya, termasuk menetapkannya sebagai tersangka.
Jadi jelas, KPK tak punya kewenangan untuk menetapkan Kepala Basarnas TNI Marsdya TNI Henri Alfiadi dan Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus korupsi, karena keduanya masih berstatus sebagai anggota TNI aktif. Apakah ini berarti keduanya kebal hukum ? Tentu tidak. Ini semata menyangkut kewenangan yang diatur undang-undang.
Pemahaman ini perlu disampaikan kepada masyarakat supaya tidak ada kesesatan dalam berpikir. Apalagi, Panglima TNI telah menyampaikan secara tegas, tidak ada anggotanya yang kebal hukum. Pimpinan KPK pun telah meminta maaf atas kekeliruannya menersangkakan Kepala Basarnas dan Koorsmin Kabasarnas. Apakah hanya cukup minta maaf ? Mestinya ada mekanisme penerapan sanksi, karena ini menyangkut kewenangan absolut yang bersifat mendasar.
Baca Juga: Puncak El Nino, DPRD Sukoharjo desak OPD terkait gerak cepat bantu masyarakat
Rasanya tidak masuk akal bila pimpinan KPK sampai tidak mengetahui kewenangan yang dimilikinya, serta mana yang bukan kewenangannya. Mengapa pimpinan KPK ? Karena di institusi KPK semua orang yang ditetapkan sebagai tersangka harus melalui persetujuan pimpinan. Sedangkan pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial, sehingga tak bisa berjalan sendiri-sendiri.
Konkretnya, penetapan Kepala Basarnas dan Koorsmin Basarnas sebagai tersangka sudah melalui persetujuan pimpinan KPK.
Kesalahan prosedur ini sudah diakui pimpinan KPK hingga menyerahkan penanganan kedua anggota TNI itu kepada institusi TNI yang nanti kasusnya bakal disidangkan di Pengadilan Militer.
Baca Juga: ITMA DIY targetkan Training Taktis dan Sertifikasi BNSP Tour Leader Umroh minimal diikuti 80 peserta
Prosedur penanganan perkara dan perkaranya itu sendiri tentu tak dapat dipisahkan. Bila prosedur penanganan perkaranya keliru, maka hasilnya akan cacat secara hukum. Karena itu semua harus dikembalikan kepada yang punya kompetensi, yakni institusi TNI. (Hudono)