WACANA penyelesaian kasus penganiayaan yang dilakukan anak pejabat Ditjen Pajak Mario Dandy Satriyo yang digulirkan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI bikin heboh masyarakat. Pasalnya, apa yang dilakukan Mario sangat keji, bahkan berakibat korban koma.
Belakangan melalui stafnya, Kepala Kejati DKI merevisi pernyataannya dan mengatakan bahwa perdamaian atau diversi itu hanya ditujukan kepada AG (15) yang masih di bawah umur.
Namun, wacana keadilan restoratif telanjur bergulir, bahkan mendapat tanggapan dari Menkopolhukam Mahfud MD yang mengatakan tidak semua kasus pidana dapat diselesaikan dengan keadilan restoratif. Yang dapat digunakan keadilan restoratif hanyalah kasus pidana ringan, bukan berat.
Baca Juga: JNE Ngajak Online 2023 Kembali Digelar, Sambangi 10 Kota Usung Tema 'Goll..Aborasi Creativolution'
Sedangkan kasus Mario tergolong berat, bahkan keji, sehingga harus diproses dengan hukum pidana biasa. Berbeda dengan AG yang masih di bawah umur, dan merupakan pacar Mario, dapat ditempuh langkah diversi atau penyelesaian di luar hukum pidana, itu pun harus dengan persetujuan korban atau keluarga korban.
Dalam perkembangannya keluarga korban tidak setuju dengan langkah di luar hukum, dan berharap kasus tersebut terus ditangani dengan hukum pidana reguler. Artinya, peluang menggunakan restorative justice maupun diversi telah tertutup.
Mengacu pada Pasal 355 ayat (1) KUHP, penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. Kiranya tidak terlalu sulit bagi aparat penegak hukum atau penyidik untuk mengkualifikasikan tindakan Mario sebagai penganiayaan berat yang direncanakan. Perencanaan itu terlihat dari tindakan persiapan sebelumnya.
Baca Juga: Jangan Salah Memahami Pengertian Puasa, Apalagi di Bulan Ramadhan
Semua orang sudah tahu bahwa ayah Mario Dandy kaya raya dan hartanya berlimpah, bahkan kini sedang dilacak PPATK, karena ditemukan transaksi mencurigakan. Bukan tidak mungkin ayah Mario Dandy akan menggunakan berbagai cara mempengaruhi penegak hukum agar menggunakan pendekatan keadilan restoratif, yakni kasus tersebut diselesaikan secara damai.
Tentu ini sangat membahayakan. Karena itu, masyarakat harus mengawal agar kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy tetap diproses hukum pidana, tanpa restorative justice, hingga disidangkan di pengadilan. Jangan sampai kasusnya dibelokkan dan berakhir dengan perdamaian, sebagaimana kasus pidana ringan.
Inilah ujian bagi aparat penegak hukum, khususnya kepolisian dan kejaksaan untuk konsisten memproses hukum Mario Dandy Satriyo beserta temannya. Hukum harus ditegakkan tanpa kompromi. (Hudono)