GADUH internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengundang perhatian serius masyarakat. Bagaimana tidak. PBNU adalah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan terbesar di Indonesia yang reputasinya sangat diandalkan.
Namun, kini diterpa isu yang kurang mengenakkan. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dituntut mundur oleh Rais Aam KH Miftachul Akhyar, karena dinilai melanggar 3 hal.
Pertama, terkait kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN) NU yang menghadirkan narasumber yang disebut memiliki keterkaitan dengan Jaringan Zionisme Internasional, sehingga dianggap bertentangan dengan nilai Ahlussunnah Waljamaah.
Baca Juga: Program Terangi Jalanku, Pemkab Sukoharjo Segera Tuntaskan Pemasangan 400 PJU
Kedua, terkait dengan teta kelola keuangan PBNU yang dinilai tidak transparan. Ketiga, tindakan Yahya dianggap mencederai dan mengurangi kehormatan dan reputasi NU.
Namun hingga saat ini belum ada klarifikasi terbuka terkait tiga isu tersebut. Tentu yang diharapkan konflik ini tidak berlarut-larut. Karena sudah banyak contoh perpecahan di internal organisasi kemasyarakatan maupun keagamaan sangat tidak produktif, fungsi organisasi menjadi tidak jalan dan hanya menimbulkan kegaduhan.
Apakah kasus ini hendak dibawa ke ranah hukum ? Nampaknya tidak perlu, mengapa ? Kasus ini murni persoalan organisasi sehingga penyelesaiannya sebaiknya juga secara organisasi. Lantas, bagaimana seandainya tidak ada yang mengalah dan ngotot dengan pendirian masing-masing ?
Baca Juga: Deteksi Dini Kerawanan SAR Sukoharjo Peringatkan Masyarakat Cuaca Ekstrem Berdampak Bencana Alam
Di sinilah perlunya kiai sepuh untuk menengahi. Kiai sepuh diharapkan tidak masuk dalam pusaran konflik, melainkan berada di pihak yang netral. Pemerintah tak perlu campur tangan dalam masalah ini. Melainkan cukup hanya memantau, atau paling banter memfasilitasi. Misalnya, memfasilitasi islah dengan menyediakan tempat di hotel.
PBNU adalah organisasi yang besar, sehingga tak perlu ada campur tangan dari pihak manapun dalam menyelesaikan masalah. Biarlah organisasi ini menyelesaikan masalahnya sendiri. Apakah tak mungkin diselesaikan secara hukum ? Hukum adalah jalan terakhir ketika semua saluran mampet. Pun hukum tidak bisa memuaskan semua pihak yang berselisih.
Jika demikian, maka penyelesaian secara musyawarah atau kekeluargaan adalah alternatif terbaik dengan mengusung formulasi win-win solution, tak ada yang menang, tak ada pula yang kalah. Semua pihak perlu mengendalikan diri, berpikir jernih dengan kepada dingin, jalan keluar pasti didapat. Jangan pula ada yang mengompor-ngompori sehingga masalah tak kunjung selesai. PBNU adalah aset bangsa yang harus dirawat dan diselamatkan. (Hudono)