KITA terhentak membaca berita ada pabrik sabu di Bantul. Orang awam tidak mengira bila di rumah kecil di kawasan Pedukuhan Jaranan, Panggungharjo Sewon Bantul ada laboratorium mini pembuatan sabu.
Lebih mengagetkan lagi, pemiliknya adalah seorang pemuda usia 22 tahun. Rumah tersebut sebenarnya telah dicurigai petugas Badan Nasional Narkotika (BNN) RI, hingga saatnya digerebek. Namun keberhasilan petugas mengendus pabrik sabu itu berawal dari informasi masyarakat.
Selama ini kita lebih banyak mendengar berita tentang penangkapan pemakai maupun pengedar sabu. Namun kali ini aparat menemukan produsennya. Meski masih dalam taraf coba-coba, namun tindakannya sudah jelas mengarah pembuatan sabu. Hal itu terlihat dari sarana dan prasarana serta bahan yang digunakan. Untungnya sebelum aktivitasnya lebih jauh, petugas menggerebeknya.
Yogya bukan lagi tempat konsumen, melainkan juga produsen. Inilah yang harus selalu diwaspadai. Caranya ? Dengan ‘aware’ atau peduli terhadap lingkungan. Sebagian besar kasus yang terungkap berasal dari laporan masyarakat. Jika demikian, berarti masyarakat peduli terhadap lingkungannya, termasuk ketika mengendus kecurigaan praktik pembuatan sabu.
Selama ini Yogya dikenal tempatnya orang-orang pintar. Tapi tentu dalam pengertian positif dan kreatif. Predikat itu bisa ternodai hanya gara-gara segelintir kasus, apalagi terkait narkoba, sehingga beritanya cepat menyebar ke mana-mana. Tentu ini menjadi keprihatinan kita bersama dan harus ada upaya keras untuk paling tidak menekan kasusnya.
Memberantas penyalahgunaan narkoba memang tidak mudah, namun butuh kerja keras yang tak henti-henti. Satu diberantas akan tumbuh ribuan kasus serupa lainnya. Tugas itu tak bisa dibebankan kepada BNN atau BNNKabupaten semata, melainkan butuh partisipasi masyarakat. Caranya antara lain dengan melapor ke aparat bila menemukan kecurigaan terhadap penyalahgunaan narkoba.
Kampung bebas narkoba yang sering kita lihat di kampung-kampung, hendaknya tak hanya berhenti di spanduk, melainkan harus diimplementasikan dalam kehidupan keseharian masyarakat setempat. Budaya saling mengawasi kiranya penting ditumbuhkembangkan kembali. Tentu bukan saling curiga, melainkan saling mengawasi, dengan tetap menjunjung adab sopan santun.
Pertahanan kampung jauh lebih efektif dibanding tindakan represif yang dilakukan aparat penegak hukum. Mengapa ? Pendekatan hukum sangatlah kaku, sedangkan pendekatan sosial, yakni dengan menghidupkan mekanisme kontrol di lingkungan kampung akan lebih diperhatikan dan dihormati warga setempat. (Hudono)