NYAWA melayang sia-sia gara-gara overdosis minuman keras (miras). Agaknya itu dialami seorang pemuda pengunjung kafe di Wates Kulon Progo inisial Mf (22). Peristiwa itu terjadi pada Jumat pekan lalu. Diduga ia mengalami overdosis minuman keras.
Ia menyewa room di sebuah kafe di wilayah Wates Kulon Progo pada dini hari. Esok harinya ketika teman-temannya hendak pulang, Mf tak mau diajak pulang sehingga ditinggal teman-temannya. Berikutnya, sekitar pukul 10.22 ketika temannya menjemput, korban ditemukan sudah tak bernyawa.
Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke polisi. Dalam pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda penganiayaan. Menurut keterangan, korban menenggak miras secara berlebihan. Bahkan, di tempat itu masih saja menenggak miras sehingga overdosis. Menurut keterangan pihak keluarga, kasus overdosis miras pernah dialami Mf setahun lalu, kini terulang lagi, namun nyawanya tak tertolong.
Baca Juga: Begini cara Kemenekraf melindungi karya kreator konten
Kalau sudah demikian, siapa yang salah ? Mungkin semua salah, namun tak selalu dikaitkan dengan pelanggaran hukum, tapi pelanggaran moral. Misalnya, mengapa pihak keluarga tidak mencegah Mf untuk pesta miras, padahal yang bersangkutan pernah overdosis. Mestinya pihak keluarga mencegah jangan sampai Mf mengulangi hal yang sama.
Lantas, bagaimana dengan pihak pengelola tempat karaoke ? Selayaknya pihak manajemen karaoke melarang pengunjung untuk pesta miras atau minum-minuman keras di tempat itu. Memang ini tidak mudah, karena pengelola harus bertindak tegas dengan menerapkan aturan ketat. Aturan dibuat demi kebaikan bersama dan tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Kasus ini tentu menjadi ironis ketika aparat kepolisian sedang gencar-gencarnya memberantas penyakit masyarakat (pekat), termasuk miras. Boleh dibilang ini menjadi semacam tamparan bagi aparat terkait. Kita mencari hikmah dari peristiwa tersebut bahwa miras memang menjadi musuh masyarakat dan tak boleh ditoleransi.
Baca Juga: Kredit BCA Tumbuh 13,8 Persen, Kinerja Solid untuk Bisnis Berkelanjutan
Namun, untuk mewujudkan ketertiban masyarakat, tentu membutuhkan bantuan atau peran stakeholder. Tanggung jawab itu jangan hanya dibebankan kepada aparat kepolisian semata, melainkan juga masyarakat, termasuk pengusaha tempat hiburan, tak terkecuali tempat karaoke.
Jangan sampai tempat karaoke yang sesungguhnya murni sebagai tempat hiburan sehat berkonotasi negatif sebagai tempat orang bebas menenggak miras. Kini saatnya berbenah. Wujudkan tempat karaoke tanpa miras. Kalau tak bisa melakukan perubahan frontal, mungkin bisa dilakukan secara bertahap asal dengan pengawasan ketat. (Hudono)
| BalasTeruskan Tambahkan reaksi |