SEORANG pria lanjut usia, KU (62), warga Gamping Sleman diamankan aparat kepolisian lantaran memamerkan alat kelaminnya di depan publik. Saksi yang melihat kejadian tersebut menjerit hingga mengundang kehebohan. Aksi KU sempat terhenti karena dikejar massa, namun akhirnya tertangkap juga. Peristiwa itu terjadi di kawasan Jalan Malioboro Sabtu dini hari lalu.
Meski dini hari, namun kawasan Malioboro masih ramai orang berlalu lalang. Apa masalahnya, mengapa KU ditangkap, bukankah ia tidak mencabuli orang lain ? Memang ia tidak mencabuli orang, namun tindakannya merusak kesusilaan di depan umum.
Merusak kesopanan atau kesusilaan di depan umum masuk delik pidana, sehingga pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Orang sering mengistilahkannya dengan exhibisionisme yakni memamerkan kemaluan di depan umum.
Baca Juga: Polda Jateng Ekshumasi Jenazah Darso di TPU Mijen Kota Semarang
Unsur di depan umum inilah poinnya. Kalau tidak di depan umum atau tidak dilihat orang banyak, mungkin tak masalah. Pelaku memang sengaja memperlihatkan kemaluannya agar terlihat oleh umum. Ini berbeda bila tidak ada maksud untuk memperlihatkan kemaluannya di depan umum. Misalnya saja, celana sobek sehingga terlihat kemaluannya, tapi tidak ada maksud untuk memamerkannya kepada umum. Tentu yang terakhir ini tidak terkena pidana.
Atau orang yang telanjang namun di dalam kamar, juga tak dapat dituntut pidana, karena tidak ada maksud untuk memperlihatkannya kepada umum. Lain soal bila telanjang di dalam kamar kemudian direkam dan dibagikan kepada umum, ini jelas masuk kategori pidana dan diancam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kembali pada tindakan KU yang memamerkan kemaluannya di depan umum, dapat dijerat Pasal 281 KUHP tentang merusak kesopanan di depan umum, dengan ancaman pidana maksimal dua tahun delapan bulan penjara. Bagaimana bila pelaku memiliki kelainan seksual ? Boleh jadi yang bersangkutan mengalami kelainan seksual, yakni merasa puas ketika berhasil memperlihatkan kemaluannya kepada orang lain. Tetap saja KU dapat dijerat pasal tersebut.
Baca Juga: MBG segera menyasar ibu hamil dan menyusui, DKK Sukoharjo mulai lakukan pendataan
Lain soal bila KU mengalami gangguan jiwa atau gila, tentu tak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Namun, untuk menentukan ia gila atau tidak harus melalui pemeriksaan medis. Atau dapat pula yang bersangkutan dibawa ke pengadilan, selanjutnya hakim memerintahkan jaksa untuk mengobati yang bersangkutan. (Hudono)