URUSAN gadai terkadang bikin ruwet. Pada dasarnya, gadai adalah perjanjian utang piutang dengan jaminan barang bergerak. Orang menggadaikan barang karena butuh uang dalam waktu singkat tanpa berbelit.
Biasanya, untuk menghindari syarat yang rumit, gadai dilakukan secara perorangan, bukan lembaga gadai resmi. Akibatnya, ketika terjadi masalah, urusannya menjadi panjang, bahkan bisa terindikasi penipuan.
Agaknya inilah yang dialami Sulianto yang membutuhkan uang segera guna menyelenggarakan kenduri 1000 hari bapaknya. Ia bermaksud menggadaikan motornya senilai Rp 4 juta dengan perantara temannya.
Singkat cerita, oleh temannya dikenalkan dengan seseorang inisial MG (44) warga Banguntapan Bantul. Perkenalan itu terjadi melalui media sosial, sebagaimana lazimnya transaksi modern. Namun, entah bagaimana urusan menjadi ruwet, karena MG menggadaikan motor tersebut tanpa izin yang punya.
Alhasil, MG dilaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan dan penipuan, sementara barang gadai berupa sepeda motor tidak jelas keberadaannya. Korban tentu merasa dirugikan karena tak bisa mendapatkan motornya. Padahal, sebelumnya telah berpesan kepada MG untuk tidak mengalihkannya kepada orang lain. Urusan kini ada di tangan polisi.
Mengapa polisi ngurusi gadai ? Karena di dalamnya ada unsur pidananya, yakni penggelapan dan penipuan. Andai saja hanya terlambat menebus barang yang digadaikan, polisi tak berwenang menangani, karena masalahnya bersifat perdata. Bahkan, orang ngemplang utang sekalipun, juga urusan perdata, bukan urusan kepolisian. Namun kalau di dalamnya ada unsur penipuan atau penggelapan, barulah polisi dapat bertindak.
Baca Juga: Peruntungan Shio Kambing sepekan mulai Minggu 17 November 2024, kekuatan ada dalam rencana
Kasus yang menimpa Sulianto ini sebenarnya terjadi beberapa bulan lalu, namun masih aktual dan bisa menjadi pembelajaran bagi siapapun. Kalau ingin menggadaikan barang sebaiknya di tempat pegadaian resmi, sehingga semuanya terjamin, terutama dari segi keamanan. Sementara, bila gadai dilakukan di tempat tak resmi, tentu tak ada jaminan hukumnya.
Namun orang umumnya ketika kepepet butuh, tak lagi bisa berpikir sehat, yang penting mendapatkan uang dengan cepat, tak penting caranya. Seperti halnya dalam kasus di atas, Sulianto tak lagi berpikir apakah MG akan menepati janjinya atau tidak.
Ternyata ia malah menggadaikan barang milik MG tanpa izinnya. Konkretnya, MG menggadaikan barang yang bukan miliknya. Dalam lapangan hukum perdata, hal demikian jelas dilarang, karena si penggadai bukan pemilik barang. Tak boleh ada gadai di atas gadai. (Hudono)