BEBERAPA hari lalu, dua pelajar diamankan aparat kepolisian Polsek Bantul karena bikin onar dengan menyerang warga tanpa sebab. Peristitwa itu terjadi di kawasan Patalan Jetis Bantul Sabtu malam pekan lalu.
Dua remaja tersebut, AN (16) pelajar SMK swasta di Imogiri dan DN (15) pelajar SMP Negeri di Sewon Bantul menyerang serombongan warga menggunakan gasper (sabuk ikat pinggang) namun tidak kena sasaran.
Korban kemudian melapor ke pos polisi terdekat, hingga akhirnya kedua pelajar tersebut berhasil diringkus. Mereka mengaku sedang mencari musuh untuk tawuran. Lantas mengapa menyerang warga ? Menurut pengakuan mereka, dikiranya warga tersebut adalah musuh lawan tawuran. Namanya pelaku, kalau sudah tertangkap, akan pandai memberi alasan untuk menghindar dari jeratan hukum.
Namun, bagi hukum, tidak terlalu penting apakah pelaku mengenal korban atau tidak. Sebab, yang penting adalah perbuatan pelaku apakah telah meresahkan dan menimbulkan kerugian masyarakat atau tidak. Bila mereka tidak mengenal korbannya, dan tidak punya motif dalam penyerangannya, maka sering kita sebut sebagai klitih.
Namun kalau ada maksud untuk tawuran, antargeng misalnya, bukan masuk kategori klitih, karena motifnya jelas. Beruntung aksi pelaku tidak mengenai sasaran karena korban bisa menghindar dan lapor polisi. Jika demkian, apakah pelaku terbebas dari jeratan hukum ?
Tentu tidak. Karena pelaku membawa senjata yang dapat melukai orang lain. Dari awal pelaku sudah punya niat untuk melukai orang lain. Aksinya gagal bukan karena kemauan sendiri, melainkan karena korban dapat menghindar dan lapor polisi.
Baca Juga: Gregoria gagal tembus final Singapore Open 2024 setelah menyerah di tangan An Se-Young
Agaknya, dalam menangani kasus ini polisi menerapkan prinsip yang standar, yakni pembinaan atau pendekatan persuasif dan mendatangkan kedua orangtuanya.
Pendekatan bersifat edukatif dan persuasif ini memang baik, namun harus dievaluasi efektivitasnya. Jangan-jangan pendekatan tersebut tidak memberi efek jera kepada pelaku. Kalau itu yang terjadi, kiranya pendekatan hukum akan lebih efektif, yakni dengan membawa mereka ke persidangan anak .
Putusannya bisa bervariasi, antara lain dikembalikan kepada orang tua untuk dibina, diserahkan kepada lembaga sosial atau diambil tindakan penghukuman, dengan ketentuan penjara maksimum separoh dari ancaman pidana orang dewasa.
Putusan mana yang akan diterapkan, sepenuhnya menjadi kewenangan pengadilan anak. Toh bila mereka dihukum penjara, akan ditempatkan di Lapas Anak. (Hudono)