Baca Juga: Wakil Perdana Menteri Papua Nugini Sam Basil Meninggal dalam Kecelakaan Lalu Lintas
“Loh kok kaku ngene seh,” Bima mendekati Widya, “Awakmu pasti pegel kan, istirahat sek Wid,”
Bima, dalam suasana seperti itu, masih berani menunjukkan perhatian kepada Widya.
Nur tahu, Bima memang suka dengan Widya, tapi di momen seperti sekarang, bukan saat yang tepat.
Maka, Nur dan Widya pun menatap Bima dengan tatapan sengit, perhatian itu. Kok bisa!
Widya sadar hal itu, ia merasa ada yang salah dengan mereka semua.
Baca Juga: Sandiaga Uno Ungkap Potensi Kuliner Nusantara yang Bertumbuh Pesat
Namun, Wahyu yang sedari tadi menggendong isi tasnya, langsung mengambil alih perhatian mereka.
Ia ceritakan pengalamannya yang baru ditolong warga desa tetangga lantaran motornya mogok, tapi semua malah memandang Wahyu dengan sinis.
“Deso tetangga opo? Gak onok maneh deso nang kene,” Bima menanggapi cerita Wahyu.
“Halah ngapusi, eroh teko ndi awakmu (Bohong, tahu dari mana kamu),” Wahyu tidak terima.
“Aku wes sering nang kota, mbantu warga deso dodolan hasil alam, dadi gor titik aku paham wilayah iku (Aku sudah sering ke kota, membantu warga desa menjual hasil alam, jadi tahu tentang daerah ini),"
"Ngapusi koen halah tot (Bohong kamu dasar sial),” jawab Wahyu.
Nur yang juga memperhatikan percakapan itu, membantu Bima, “Bener mas Wahyu, gak onok deso maneh nang kene (Betul Mas Wahyu, tidak ada desa lagi di sini),”