Nur yang pada awal perjalanan itu ceria, tiba-tiba terdiam dan hanya menundukkan kepala.
Pagi itu, tiba-tiba terasa gelap dalam pikiran Widya. “Ngapunten pak, niki nopo nggih kok… (Maaf pak, ini kenapa ya kok…),” tanya Widya.
Belum selesai pertanyaan itu disampaikan Widya, Pak Prabu memotongnya.
“Saya tahu apa yang adik mau katakan, pasti mau tanya kok patek (nisan) nya ditutupi pakai kain, gitu to?”
Baca Juga: 20 Ribu Penumpang Akan Diberangkatkan dari Terminal Giwangan Jogja pada Puncak Arus Balik Hari Ini
Semua mengangguk kecuali Wahyu dan Anton yang terdengar mereka tertawa kecil.
“Itu namanya sangkarso, kepercayaan orang sini. Jadi biar tahu kalau ini loh pemakaman,” terang Pak Prabu.
Jawaban yang tidak memuaskan 6 mahasiswa dari kota, hingga Wahyu dan Anton walaupun pelan sengaja menyindir.
“Wong pekok yo isok mbedakno kuburan karo lapangan pak (orang bodoh juga bisa membedakan kuburan dengan lapangan pak).”
“Semoga saja kalian tahu yang diomongkan ya,” jawab Pak Prabu yang berubah wajahnya menjadi serius, padahal awalnya penuh senyum dan canda.
Para mahasiswa pun buru-buru meminta maaf kepada Pak Prabu seraya meminta kembali melanjutkan perjalanan.
Tempat berikutnya adalah Sinden (kolam, tempat air keluar dari tanah).
Pak Prabu mengatakan bahwa Sinden itu bisa menjadi program kerja paling menjanjikan, karena tidak jauh dari sana ada sungai.
Baca Juga: Cerita Misteri Tinggal di Kamar Kos Gratis, Ternyata Ada Hantu Perempuan dan Ini yang Terjadi ....