HARIAN MERAPI - Perkumpulan Konsultan Hukum Pertanahan, Konstruksi dan Properti (PKHPKP) sebagai wadah konsultan hukum yang secara khusus aktif dalam bidang pertanahan, konstruksi dan properti mengusulkan adanya penyelesaian sengketa pertanahan secara khusus.
"Semakin banyak kasus pertanahan dan banyaknya mafia tanah, salah satunya sengketa tanah antara Jusuf Kalla (JK) dengan PT Gowa Makassar Tourism Development (PT GMTD) di kawasan Tanjung Bunga Makassar. Sengketa ini mencakup klaim kepemilikan atas lahan sekitar 7,5 hektar yang masing-masing pihak nyatakan sebagai haknya," ujar Ketua PKHPKP, Chrisna Harimuti SH MH dalam keterangan persnya, Minggu (16/11/2025).
Dijelaskan, kasus ini telah berlangsung puluhan tahun melibatkan klaim kepemilikan berdasarkan riwayat penguasaan dan komunal keluarga.
PT GMTD yang menyatakan tanah tersebut sah berdasarkan sertifikat HGB yang diterbitkan negara.
Proses hukum berupa mediasi Pemerintah Kota Makassar dan Polda Sulsel tidak pernah tuntas dan berulang. Dampak sosial berupa demonstrasi, keresahan warga dan ketidakpastian investasi.
Fakta yang terjadi bahwa seorang tokoh nasional sekaliber Jusuf Kalla pun menghadapi kesulitan penyelesaian sengketa tanah.
Hal menunjukkan betapa sektor pertanahan masih belum tertata, bahkan untuk kasus dengan perhatian nasional dan dukungan administratif yang kuat.
Apalagi bagi masyarakat kecil yang menghadapi konflik serupa tanpa kapasitas pembuktian, pendampingan maupun akses politik.
"Kasus JK—GMTD hanyalah satu contoh. Masih banyak sengketa pertanahan lain di berbagai daerah yang tidak dapat diselesaikan secara tuntas, baik di pengadilan negeri, PTUN maupun mediasi pemerintah," imbuh Chrisna menjelaskan.
Hal ini memperlihatkan adanya kekosongan mekanisme penyelesaian yang khusus, cepat, fokus dan komprehensif.
PKHPKP telah berkirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto, Ketua DPR, Komisi II, Kementerian ATR/BPN hingga Ketua MA RI.
Menurut PKHPKP, masih banyak kasus pertanahan yang muncul semakin marak khususnya di era reformasi seperti beberapa diantaranya adalah yang terjadi di Bantul seperti Mbah Tupon, Brian ada pula Mesuji-Lampung, Bima-Nusa Tenggara Barat, Harjokuncaran-Jawa Timur, Situbondo-Jawa Timur, dan Pangkalan Udara Atang Sanjaya-Jawa Barat, serta sengketa kepemilikan tanah lainnya yang sering dianggap sebagai unresolved problem serta tidak dapat diselesaikan secara tuntas oleh lembaga peradilan umum.
Masalah pertanahan merupakan suatu permasalahan yang cukup rumit dan sensitif sekali sifatnya, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan baik bersifat sosial, ekonomi, politis, psikologis dan lain sebagainya.
Sehingga dalam penyelesaian masalah pertanahan bukan hanya memperhatikan aspek yuridis akan tetapi juga harus memperhatikan berbagai aspek kehidupan lainnya agar supaya penyelesaian persoalan tersebut tidak berkembang menjadi suatu keresahan yang dapat menggangu stabilitas masyarakat.
Munculnya berbagai masalah mengenai tanah menunjukkan bahwa penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah di negara kita ini belum tertib dan terarah. Masih banyak penggunaan tanah yang saling tumpang tindih dalam berbagai kepentingan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Disamping itu, fakta juga menunjukkan bahwa penguasaan dan pemilikan tanah masih timpang.
Ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki tanah secara liar dan berlebihan dan ada juga sekelompok besar masyarakat yang hanya memiliki tanah dalam jumlah sangat terbatas.
Bahkan banyak pula yang sama sekali tidak memiliki, sehingga terpaksa hidup sebagai penggarap.
Tidak jarang pula, dan bukan barang aneh, timbul ihwal penguasaan tanah oleh oknum-oknum tertentu secara sepihak.
Baca Juga: Bansos Dihentikan Sementara, 7.001 Penerima Manfaat PKH di DIY Terindikasi Terlibat Judol
Sengketa perdata masalah tanah pada umumnya diselesaikan melalui pengadilan, baik dalam lingkup Peradilan Umum maupun Peradilan Tata Usaha Negara.
"Menurut kami sangat perlu adanya pembentukan Pengadilan Pertanahan sebagai bagian dari peradilan umum dapat menjadi solusi penting dalam memecahkan permasalahan pertanahan di Indonesia. Solusi ini dapat menjadi solusi jangka panjang dengan mempertimbangkan penyiapan aspek infrastruktur aturan dan perangkat hukum untuk mendukung terbentuknya pengadilan ini," terang advokat muda Yogya ini.*