Indonesia bisa serap hibah dari PGII, untuk percepat transisi energi

photo author
- Rabu, 16 November 2022 | 18:50 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Sekjen PBB Antonio Guterres  (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Sekjen PBB Antonio Guterres (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian)

 

HARIAN MERAPI - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan Indonesia bisa memanfaatkan pinjaman dan dana hibah dari PGII untuk mendorong dan mempercepat transisi energi.

"Kalau ini yang dimaksudkan untuk membangun infrastruktur berkelanjutan saya harapkan juga ini berkaitan dengan infrastruktur-infrastruktur yang arahnya adalah mendorong transformasi ke yang lebih hijau, dari sisi energi misalnya," terangnya di Jakarta, Rabu (16/11/2022).

Diketahui, Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII) memiliki komitmen selama 5 tahun ke depan akan menginvestasikan USD 600 miliar dalam bentuk pinjaman dan hibah untuk proyek infrastruktur berkelanjutan bagi negara berkembang.

Baca Juga: Inilah syarat Capres yang akan diusung KIB, harus berintegritas dan pro rakyat

Faisal menuturkan, sektor energi hijau atau berkelanjutan membutuhkan biaya yang sangat besar. Di sisi lain, Indonesia punya beragam sumber daya untuk energi hijau yang belum tergarap sebab masalah pendanaan.

"Kalau kita bicara infrastruktur energi terutama yang lebih hijau, problemnya memang selama ini dari pembiayaan atau kebutuhan investasinya besar. Jadi memang dibutuhkan tambahan investasi yang besar untuk Indonesia yang punya potensi energi hijau luas," tambahnya.

Kendati energi hijau membutuhkan dana besar sebagai investasi awal, pasar dan konsumen energi tersebut juga cukup besar. Ketika infrastruktur energi berkelanjutan sudah terbentuk, maka ongkos operasional akan jadi lebih murah.

Baca Juga: Pengalaman misteri Karmin dapat pesan gaib lampu kilat saat berangkat melayat bersama kakak di desa Kembang

"Pasarnya juga besar. Tapi butuh dana awal yang tinggi. Karena sebetulnya kalau sudah ada infrastrukturnya, ongkos operasional lebih murah untuk pengunaan energi yang lebih hijau, misal solar panel, dibanding dengan yang konvensional, yang fossil fuel," tandasnya.

Oleh sebab itu, Faisal mendorong agar pemerintah bisa mengikat komitmen tersebut. "Jadi arahnya seperti itu. Diharapkan bisa menjembatani kebutuhan tersebut. Jadi ini kalau memang ada komitmen ya memang perlu diikat, karena kita memang dari sisi kebutuhan investasi infrastruktur yang berkelanjutan itu memang besar," pungkasnya.

Disela-sela Pertemuan Tingkat Tinggi Presidensi G20 Indonesia, telah diadakan pertemuan Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII), Selasa (15/11) di Bali.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bertindak sebagai moderator bagi para pemimpin dunia tersebut. Pada sesi akhir kegiatan, Presiden Biden menutup pertemuan PGII tersebut.

Baca Juga: Suhu politik jelang Pilpres mulai memanas di DIY, Aliansi Rakyat Anti Politik Identitas serukan aksi damai

PGII merupakan upaya kolaboratif oleh anggota G7 (Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada dan Prancis) yang diluncurkan pertama kali pada Juni 2021 pada KTT G7 ke-47 di Inggris.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Widyo Suprayogi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X