BMKG : Tata Ruang Permukiman Tidak Adaptif Terhadap Bencana

photo author
- Sabtu, 29 Januari 2022 | 14:00 WIB
Potret Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati yang diterima ANTARA di Jakarta pada Sabtu (29/1/2022).  (ANTARA/HO-BMKG)
Potret Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati yang diterima ANTARA di Jakarta pada Sabtu (29/1/2022). (ANTARA/HO-BMKG)

JAKARTA, harianmerapi.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, adanya dinamika kegempaan tak menentu yang ditambah dengan tata ruang permukiman yang tidak dirancang dengan baik dan adaptif terhadap bencana, dapat memperburuk kondisi pada masyarakat akibat dampak gempa bumi.

Menurutnya, konsep bangunan dan tata ruang kawasan permukiman yang buruk menjadi bukti masyarakat belum siap hadapi bencana.

“Bukan gempa bumi yang mengakibatkan korban jiwa maupun luka-luka dalam setiap kejadian. Tapi akibat tertimpa bangunan,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulis BMKG yang terima di Jakarta, Sabtu (29/1/2022).

Baca Juga: Ramalan Zodiak Minggu, 30 Januari 2022 untuk Capricorn, Aquarius, dan Pisces: Orang Akan Terpesona Karena Ini

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan BMKG, penyebab runtuhnya bangunan selain letak lokasi yang berada di atas lapisan tanah dengan klasifikasi tanah lunak (SE) adalah konstruksi bangunan yang tidak memenuhi standar tahan terhadap gempa bumi.

Seperti contoh pada saat terjadinya gempa Magnitudo 6,6 di Kabupaten Pandeglang, Banten pada Jumat (14/1) lalu. Kerusakan bangunan di tempat kejadian dapat dikatakan cukup parah.

Kerusakan pada banyak bangunan itu kemudian diperparah dengan kepanikan masyarakat karena kurangnya ilmu pengetahuan dan keterampilan mengantisipasi dan menghadapi bencana.

Baca Juga: Cara Menyimpan Obat yang Benar, Akan Berikan Efek yang Diinginkan

Menurutnya, realitas itu telah membuktikan bahwa Indonesia belum siap menghadapi gempa besar yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Sehingga diperlukan perencanaan dan konsep pembangunan yang diperhitungkan baik secara potensi risikonya, dampak akibat serta bahaya bencana itu di suatu wilayah.

“Gambaran sikap masyarakat yang panik, membawa pesan tersendiri khususnya bagi para stakeholder, para asosiasi profesi bangunan dan kementerian lembaga terkait, terkait perlunya pemahaman kewilayahan terutama yang berpotensi menjadi wilayah terdampak,” tegas dia.

Dwikorita mendapati, bila dalam usaha membangun kewaspadaan, kesiapsiagaan dan melakukan mitigasi secara struktural maupun kultural terhadap bencana gempa bumi dan tsunami pada masyarakat, perlu terus ditingkatkan melalui partisipasi aktif dari hubungan pentahelix semua pihak.

Baca Juga: Cinta Lokasi Diduga Jadi Pemicu Praveen-Melati Dicoret dari Pelatnas, Ini Momen Kemesraan Honey Couple

Dalam hal ini, dia meminta agar Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) dapat turut serta menyelesaikan masalah tersebut melalui pemberian pemahaman perlunya memperketat penerapan peraturan pembangunan bangunan tahan gempa,S di wilayah atau zona yang berpotensi terdampak akibat aktivitas suatu sumber kegempaan.

“Saya berharap HAKI bisa turut bersinergi dan berkolaborasi memberikan rekomendasi-rekomendasi positif kepada pemerintah daerah sehingga bisa dapat segera diintegrasikan dalam kebijakan-kebijakan konkrit. Mengingat, langkah dan sistem mitigasi kebencanaan menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah atau kota sesuai Permendagri Nomor 101 Tahun 2018,” katanya.*

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Widyo Suprayogi

Sumber: Antara

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X