JAKARTA, harianmerapi.com - Dugaan terjadinya mark up atas leasing pesawat Garuda Indonesia yang menyebabkan kerugian maskapai itu harus diusut.
Semua mantan direksi Garuda Indonesia harus bertanggung jawab penuh atas kerugian tersebut.
Desakan tersebut disampaikan anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (27/10/2021).
Baca Juga: Prof Zubairi Djoerban Sebut Harga PCR Rp 300 Ribu Masih Terlalu Mahal, Beratkan Masyarakat
Evita meminta agar penegak hukum melakukan pengusutan dugaan peningkatan harga yang telah ditambahkan pada biaya dari sebuah produk (mark up) atas leasing pesawat Garuda Indonesia yang menyebabkan kerugian maskapai itu harus diusut.
“Hukum harus ditegakkan bagi yang telah melakukan mark-up atas leasing pesawat sehingga menyebabkan kerugian Garuda. Ini harus dibongkar, sehingga ketahuan siapa yang menikmati adanya mark up itu,” kata Evita Nursanty.
Evita dari Fraksi PDI Perjuangan itu mengatakan apabila terbukti ada mark up antara pejabat Garuda Indonesia dengan lessor, maka lessor tersebut melanggar etika dan hukum bisnis sehingga Garuda Indonesia pantas untuk melakukan renegosiasi ulang.
Tidak hanya itu, kata dia, Garuda Indonesia juga dapat menunda seluruh kewajiban terhadap lessor yang terbukti melakukan mark up.
Mengenai solusi bagi penyehatan Garuda, Evita menegaskan Partai ya selalu mengingat kesejarahan Garuda Indonesia sebagai flag carrier, dan membela kepentingan karyawan maskapai penerbangan ini, karena itu terus mencari solusi bagi penyehatan Garuda.
“Kita tegaskan membela karyawan, dan menindak para eksekutif Garuda yang telah menyalahgunakan kewenangan dengan melakukan kongkalikong dengan lessor tertentu,” ujarnya.
Baca Juga: Buntut Klaster Sekolah di Bantul, Puluhan Siswa SMK N 1 Sedayu Jalani Swab Hari Ini
Evita mengingatkan kasus dugaan adanya mark up yang melibatkan dirut Garuda dan pihak rekanan asing ditangani KPK dalam kasus pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia (Persero) periode 2004-2015, yang menunjukkan ada pihak-pihak tertentu yang berorientasi pada keuntungan pribadi.
Menurut KPK kala itu, lantaran harganya tidak dapat ditawar lagi, pihak tersebut justru meminta agar harganya ditinggikan atau mark-up. Selisih harga tersebut masuk ke kantong pribadi.