yogyakarta

Penguatan kepribadian menjadi faktor utama untuk bersaing di kancah internasional

Sabtu, 10 Desember 2022 | 19:28 WIB
Suasana talkshow dengan tema Temu Tokoh, Seni dan Budaya, di Yogya, Sabtu (10/12/2022) (Foto: Istimewa)

YOGYA - Dirjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Prof. Ir. Nizam, M.Sc menyatakan, penguatan karakter dan kepribadian menjadi faktor paling penting agar para pemuda Indonesia mampu bersaing di kancah global.

"Para pelajar dan mahasiswa Indonesia secara prestasi akademik tidak kalah dengan pelajar asing," kata Nizam dalam acara Teladan Talk, yang mengambil tema Temu Tokoh, Seni dan Budaya, di Yogya, Sabtu (10/12/2022).

Juga hadir dalam talkshow tersebut, Wakil Ketua MPR RI H. Arsul Sani, Pakar Cagar Budaya Yogya Dr. Revianto Budi Santosa, Pakar Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma, Dr. Gregorius Budi Subanar dan Nindyah Rengganis S.Psi.

Baca Juga: Detik-detik Kaesang Pangarep dan Erina Gudono sah menjadi suami istri

Prof. Nizam membenarkan bahwa Indonesia memang harus membangun kepercayaan diri anak-anak agar memiliki karakter yang kuat karena secara intelektual sudah mumpuni. "Secara intelektual anak-anak kita sudah sangat pintar, tetapi percaya dirinya tidak kuat," ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa di era serba digital ini orang tua tidak boleh melarang mereka untuk memanfaatkan media sosial. Asalkan untuk memabngun kreatifitas, daya nalar dan daya kritis sehingga tidak larut dalam budaya asing.

"SMA teladan saya harapkan masih selalu menjadi teladan. Teladan dalam pembentukan karakter, teladan dalam membentuk anak-anak dengan potensi-potensi terbaiknya, dan memberikan ruang yang luas bagi para siswa untuk mengembangkan dirinya, mengembangkan bakatnya dan membangun keIndonesiaan dengan kuat," ujar alumni SMA 1 (Teladan) Yogya itu.

Baca Juga: Tingkatkan pemasaran dan transaksi, pelaku UMKM didorong melek digitalisasi

Wakil ketua MPR Arsul Sani, sepakat dengan apa yang disampaikan Prof. Nizam. Menurutnya, kepribadian memang perlu diperkuat agar bisa menghargai orang dan terbuka pikirannya, serta memiliki kemampuan bekerja sama.

Untuk itu, kata Arsul Sani, solusinya adalah merdeka belajar, karena kurikulum ini memberikan kesempatan untuk itu. "Tantangannya nanti kalau ganti menteri ganti kurikulum lagi," ujarnya.

"Kita sudah menyaksikan di pemerintahannya Pak Jokowi misalnya kan terjadi perganti kurikulum. Dulu kan di akhir pemerintahan SBY menggunaunakan kurikulum tahun 2013. Tetapi kemudian di era ini kurikulumnya diubah, tanpa masyarakat tahu, sebetulnya ini perubahannya mengenai apa dan kemudian connecting poinnya titik-titik tahunnya itu apa gitu loh," imbuhnya.

Baca Juga: Jadwal, prediksi dan susunan pemain Maroko vs Portugal, Ronaldo dicadangkan lagi?

Sementara Ketua panitia Lustrum SMA 1 Yogya, Ir. H. Muhammad Romahurmuziy, M.T, menyebutkan bahwa Teladan Talk kali ini memang menghadirkan perspektif persiapan pelaksanaan kurikulum merdeka itu dalam konteks budaya. "Artinya bagaimana menghasilkan anak didik yang adaptif terhadap dunia yang memang terus berubah gitu dan itu juga harus diberikan ruang melalui pendidikan yang kurikulumnya juga beradaptasi terhadap perubahan itu sendiri," ujarnya.

Menurutnya, pendidikan karakter yang selama ini menjadi bagian utama dari pendidikan di Indonesia harus diperkuat karena itu ternyata begitu penting untuk menjadi soft power Indonesia menghadapi persaingan di tingkat dunia.

"Kita tahu persis di manapun orang India membawa budaya India, di manapun orang Cina membawa budaya Cina. Di seluruh dunia ada Chinatown, tidak pernah ada Indonesiatown. Nah artinya, soft power yang dimiliki China dengan budayanya yang begitu kuat itu ternyata memberikan kohesivitas dalam mendorong dia untuk menjadi percaya diri dan unggul di dunia," papar Romy.(*)

Tags

Terkini