nusantara

Penghentian Kasus Pencabulan Anak di Luwu Timur Dinilai Aneh

Jumat, 8 Oktober 2021 | 13:33 WIB
Tim penasihat hukum para korban, Rezky Pratiwi. (ANTARA/Darwin Fatir)


MAKASSAR, harianmerapi.com - Penghentian kasus pencabulan dan pemerkosaan oleh oknum ASN berinisial SA (43), terhadap tiga anaknya sendiri di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan masih menjadi kontroversi publik dan dinilai aneh.


Kasus tersebut mencuat menyusul laporan ibu korban, RS, pada 2019 lalu. Kini kasus tersebut kembali dipertanyakan publik setelah viral di media sosial karena kasusnya dihentikan polisi.

"Sejak awal kasus ini dihentikan, pada Desember 2019, kami sebagai tim penasehat hukum sudah mempertanyakan saat itu kasus dihentikan," tutur tim penasihat hukum korban, Rezky Pratiwi, di Kantor LBH Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (7/10/2021) malam.

Baca Juga: Begini 'Chemistry' Antara Adipati Dolken dan Della Dartyan di Film 'Akhirat, A Love Story'

Ia mengemukakan, memang sejak awal menilai, kasus ini harus dilanjutkan agar kasus kekerasan seksual terhadap anak bisa diungkap secara terang benderang.

"Hingga saat ini, pun posisi kita tetap sama, kasus ini harus dibuka kembali, dan untuk itu Polri mesti membuka kembali dan melanjutkan proses berkas perkara ini," kata dia.

 

Ketiga anak tersebut bersaudara masing-masing berinisial AL (8), MR (6) dan AL (4) yang menjadi korban kekerasan seksual terlapor yang diketahui ayahnya sendiri di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, yang dilaporkan mantan istrinya, selaku ibu para korban pada Desember 2019 lalu.

Baca Juga: IHGMA DPD Yogya Hadirkan Program GM Talk, Siapkan SDM Perhotelan dalam Masa PPKM Level 3

Menurut dia, perjalanan kasus ini cukup panjang dan baru ramai dibicarakan publik setelah diulas media setelah dihentikan pada Desember 2019. Bahkan, proses hukum dijalani ibu para korban tidak mendapat bantuan hukum dan layanan lainnya.

Memang sejak awal, kata dia, mencari bantuan ke TP2A Lutim, namun tidak mendapat penanganan yang semestinya. Pihaknya pun menduga ada maladministrasi, karena hanya dilakukan proses mediasi yang mempertemukan langsung para korban dengan terlapor selalu ayahnya.

 

Proses pendampingan pun diduga ada keberpihakan mengigat terlapor merupakan ASN di Inspektorat Pemda setempat. Sehingga asil asesemen tidak objektif. Dan sangat disayangkan hasil asesmen TP2A dijadikan bahan menghentikan penyelidikan.

Baca Juga: Komisi II DPRD Kulon Progo Sambangi Nelayan dan Pokdakan, Ini Aspirasi Mereka

Penyidik juga menyimpulkan tidak ada luka (hasil visum), dan ibunya dianggap punya waha (ganguan kejiwaan), sehingga argumentasi itu muncul lalu diaminkan Polda Sulsel menghentikan penyidikan saat gelar perkara ulang pada Maret 2020. Sementara dari fakta-fakta baru dikumpulkan saat ini korban mencari keadilan di Kota Makassar, tidak sesuai dengan hasil dari pemeriksaan di Lutim.

Halaman:

Tags

Terkini