nasional

Tak perlu khawatir transfer data pribadi ke AS, ini alasannya menurut guru besar ilmu hukum Unpad

Minggu, 27 Juli 2025 | 11:00 WIB
Ilustrasi - Fisik Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik. (ANTARA FOTO)



HARIAN MERAPI - Belakangan ini masyarakat dihebohkan dengan berita soal transfer data pribadi ke AS.


Apa makna dan konsekuensinya ? Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pandjajaran (Unpad) Ahmad M Ramli mejelaskan masalah itu.


Ia mengatakan transfer data pribadi bukan berarti mengalihkan pengelolaan data seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) ke Pemerintah Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: 6 Dekade SMKN 3 Yogyakarta, Skagata 5K lomba lari pelajar dalam Kota Yogyakarta, pertama di DIY

Justru, kata dia, hal ini menjadi fenomena lumrah dan tak terhindarkan dalam transaksi bisnis internasional. Bahkan pada era digital mekanisme transfer data pribadi baik domestik maupun antarnegara sudah berlangsung lama.

"Hal yang harus dipahami adalah transfer data pribadi tak berarti kita mengalihkan pengelolaan seluruh data pribadi WNI kepada Pemerintah AS," tutur Ramli di Jakarta, Sabtu.

Ia menjelaskan transfer data pribadi ke AS tak hanya dilakukan Indonesia, namun sudah dilakukan negara lain. Bahkan negara-negara Uni Eropa yang melindungi data pribadinya secara ketat juga sudah membuat kesepakatan terkait data pribadi dengan Pemerintah AS.

Baca Juga: Begini ciri-ciri gangguan jiwa, segera konsultasi ke psikiatri bila Anda mengalami

Berkaca dari apa yang dilakukan Uni Eropa, lanjutnya, mereka telah menjalin kesepakatan dengan AS dengan transaksi perdagangan senilai 7,1 triliun dolar AS. Komisi Eropa telah mengadopsi EU-US Data Privacy Framework (DPF) yang mulai berlaku sejak 10 Juli 2023.

Sementara terkait kerja sama Indonesia-AS, transfer data pribadi secara eksplisit disebut move personal data out dalam Fact Sheet (Lembar Fakta) Gedung Putih berjudul "The United States and Indonesia Reach Historic Trade Deal".

Dalam lembar fakta, kata dia, secara jelas menyebut langkah menghapus Hambatan Perdagangan Digital antara Indonesia- AS. Ramli menilai poinnya adalah Indonesia akan mempermudah transfer data pribadi ke AS dengan mengakui AS sebagai negara yang memiliki perlindungan data memadai di bawah hukum Indonesia.

Menurut dia, hal ini merujuk pada mekanisme transfer data pribadi lintas negara secara kasus per kasus, untuk memastikan aliran data tetap sah dan terlindungi dalam era ekonomi digital.

Baca Juga: Kekeramatan makam petilasan Kyai Candrabumi di Magelang, serdadu Belanda tak mengetahui keberadaan warga Dusun Podosoko

Ramli mengatakan transfer data pribadi telah berlangsung di manapun. Ia mencontohkan seseorang yang akan terbang ke New York dari Jakarta, maka akan terjadi transfer data pribadi yang bahkan bisa melibatkan bukan hanya satu negara. Belum lagi jika menggunakan maskapai yang berbeda.

Contoh lain misalnya pengguna internet di Indonesia yang menurut data APJII 2025 sebanyak 221.563.479 jiwa, juga telah memberikan data pribadinya ke berbagai platform digital global untuk diproses dan ditransfer antar teritorial dan yurisdiksi.

Halaman:

Tags

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB