nasional

Pelajaran untuk RUU Perampasan Aset, Presiden dan DPR Diminta Cermati Gugatan Soal Perpu PUPN di MK

Selasa, 17 Juni 2025 | 12:50 WIB
Pengamat hukum sekaligus pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho (Foto: Dok. Istimewa)

HARIAN MERAPI – Pengamat hukum sekaligus pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI mencermati secara seksama sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara atau Perpu PUPN.

Gugatan ini bisa menjadi cermin awal untuk menguji sejauh mana sistem hukum Indonesia mampu membedakan antara upaya penyelamatan keuangan negara dan potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Baca Juga: Menko Yusril: Belum Ada Urgensi Terbitkan Perppu Perampasan Aset

“Saya kira, gugatan soal Perpu PUPN ini perlu dicermati. Apalagi pemerintah dan DPR sedang membahas RUU Perampasan Aset yang juga memberi kewenangan besar kepada negara,” kata Hardjuno dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (17/6).

Gugatan uji materil Perpu PUPN ini diajukan oleh seorang warga negara yang adalah pemilik Bank Centris Internasional, Andri Tedjadharma. Andri menggugat persoalan mendasar mengenai kewenangan negara dalam penagihan utang dan penyitaan aset.

Pada Selasa (17/6), pukul 10.30 WIB, dijadwalkan agenda sidang untuk mendengarkan saksi dari pemerintah/PUPN.

Baca Juga: Duduk Perkara Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut usai Kini Keputusannya Diambil Alih Presiden Prabowo

Mencermati risalah sidang MK terakhir di pekan lalu, Hardjuno mengatakan pokok masalah dari gugatan tersebut adalah pada lemahnya pengawasan terhadap proses penetapan obligor (pengutang) pemerintah, termasuk persoalan dokumen dan rekening yang diduga tidak sahih.

"Ini gila, pemerintah dalam hal ini PUPN dituduh menggunakan salinan keputusan MA, yang diduga palsu, yang digunakan untuk menetapkan Andri Tedjadharma berutang Rp 4,5 triliun pada negara. Ini cermin bagi RUU Perampasan Aset yang jadi perhatian masyarakat," tandas Hardjuno.

Baca Juga: Fadli Zon Tegaskan Istilah Massal dalam Kasus Pemerkosaan Mei 1998 Butuh Bukti Akurat

Pernyataan Hardjuno itu merespons fakta-fakta yang diungkap dalam sidang MK.
Sebelumnya, dalam sidang beberapa waktu lalu, tersebut, ahli dari pemohon yaitu Maruarar Siahaan, mantan hakim konstitusi, menyatakan keterkejutannya atas dua dugaan kejanggalan serius.

Pertama, nomor rekening di Bank Indonesia yang diduga bukan milik Bank Centris Internasional, tetapi tetap digunakan sebagai dasar transaksi dan tagihan. Kedua, salinan keputusan MA yang disebut sebagai dasar hukum tagihan pemerintah, namun diduga tidak pernah teregister di MA.

Baca Juga: Seorang Kepala Sekolah SMP Swasta di Gunungkidul yang Baru Seminggu Dilantik Ditemukan Tewas Gantung Diri di Tebing Pantai

Dalam kesaksiaannya di depan Hakim Ketua Suhartoyo, Maruarar menyebut hal ini sebagai ancaman terhadap kepastian hukum yang adil dan menyampaikan bahwa hukum bisa menjadi alat penindas jika tidak dikendalikan secara akuntabel oleh sistem peradilan.

“Maka jika benar ada salinan keputusan MA yang dipakai sebagai dasar tagihan, tetapi kemudian diduga palsu dan ini digunakan oleh pemerintah untuk merampas hak warga, maka ini masalah serius dalam konteks kepastian hukum,” terang Hardjuno.

Halaman:

Tags

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB