HARIAN MERAPI - Nilai Spiritualitas Borobudur sangat penting untuk diperhatikan dan dilestarikan, karena awal dibangunnya Candi Borobudur yang kini menjadi Warisan Budaya Dunia adalah untuk kepentingan spiritual.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya keserasian dalam pengelolaan dan pelestarian warisan budaya kini sudah semakin tinggi. Karena sumber daya budaya seperti Candi Borobudur ini mempunyai nilai spiritual yang bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat.
Disamping itu, Candi Borobudur mempunyai kekuatan yang luar biasa sebagai tempat untuk meditasi dan berkontemplasi.
Baca Juga: Stres dan deindividuasi sebagai penyebab agresivitas anak-anak dan remaja
Untuk itu warisan budaya ini harus tetap dijaga agar nilai spiritual yang terkait dengan ‘kapitayan’ atau kepercayaan masyarakat di sekitarnya, tidak hilang dan dapat diwariskan kepada generasi penerus.
Menurut Sucoro, Ketua Paguyuban Pecinta dan Pelestari Seni Budaya ‘Brayat Panangkaran,’ di Borobudur, tembang sebagai salah satu bentuk seni suara merupakan sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral (‘pitutur luhur’),
pesan-pesan spiritual keagamaan dan ‘kapitayan’ atau kepercayaan kepada masyarakat yang dapat memberikan ‘pepadhang’ atau pencerahan jiwa.
Alunan suara tembang diiringi suara tetabuhan alat musik terbang rebana (‘slawatan’) merupakan hiburan kesenian yang masih diminati di tengah kehidupan masyarakat, khususnya di pedesaan.
Baca Juga: Kapolres perempuan sigap cek senjata api Revolver di hadapan anggota
Untuk itulah, Paguyuban ‘Brayat Panangkaran’ menggugah kembali seni tembang atau Pitutur yang perlu dilestarikan terkait dengan pengembangan pariwisata di wilayah sekitar Borobudur.
Dalam rangka Pra Ruwat Rawat Borobudur ke-23 diselenggarakan acara ‘Bincang Kapitayan’, pada hari Kamis Wage, tanggal 17 Oktober 2024 yang lalu dengan tema ‘Tembang Pepadhang Kapitayan’ di Rumah Kopi milik Ismoyo dusun Kerug Batur desa Majaksingi Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, yang berlokasi di lereng sisi utara Pegunungan Menoreh.
Dr. Maryono, selaku ketua panitia penyelengara menjelaskan, acara ini digelar secara langsung dan ‘online’ dengan nara sumber Dr. Itje Chodidjah MA, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco,
Dr. Andre Notohamijoyo MSM., Asisten Deputy Pemajuan dan Pelestarian Kebudayaan, Dr. Abdul Djamil Wahab dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Jakarta, Dr. Budiana Setyawan (BRIN Jakarta),
Baca Juga: Keterlaluan! Sebanyak 10 orang lakukan rudapaksa terhadap pelajar disabilitas sampai hamil
Rama Aluisius Triyanto PR dari Paroki Promasan, Agus Subandi, dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha Wonogiri. Pengantar Bincang Kapitayan oleh Novita Siswayanti MA dari BRIN Borobudur.