bantul

RUU Penyiaran dinilai ada kejanggalan, begini sikap Prodi Ilmu Komunikasi UMY

Sabtu, 25 Mei 2024 | 05:48 WIB
Narasumber diskusi dan pernyataan sikap Prodi Ilmu Komunikasi UMY terkait proses Revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. ( Foto: Dok.UMY)

HARIAN MERAPI - Sivitas akademika Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menggelar diskusi terkait proses Revisi Undang Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran di kampus setempat, Jumat (24/5/2024).

Sebagai narasumber diskusi yaitu dosen-dosen Prodi Ilmu Komunikasi UMY, terdiri dari Dr Senja Yustitia MSi, Dr Muria Endah Sukowati SIP MSi, Dr Tri Hastuti Nur Rochimah SSos dan Erwan Sudiwijaya SSos MBA MA.

Menurut Dr Senja, ia dan para akademisi Ilmu Komunikasi UMY menyoroti kejanggalan dari Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tersebut dari dua aspek, yaitu substansi dan proses revisi.

“Keduanya menjadi landasan argumen atas pernyataan sikap kami, karena substansi akan bersifat mengikat bagi publik sementara prosesnya merupakan cerminan apakah pemerintah melalui DPR sudah transparan dan melibatkan masyarakat sipil,” ungkap Senja.

Baca Juga: Mengejar urusan dunia jadi lupa akhirat, ibadah pun diabaikan

Ditegaskan, hal tersebut sangat krusial, mengingat jika rancangan Revisi UU No.32 Tahun 2002 disahkan dapat menghalangi kebebasan pers, terutama karena akan adanya pelarangan pembuatan konten investigasi jurnalistik.

“Ini sangat berbahaya, karena kita semua tahu bahwa investigasi menjadi produk jurnalistik yang dapat mengawasi jalannya pemerintahan dan merupakan bagian dari upaya publik dalam melihat proses demokrasi di Indonesia,” tandas Senja.

Selain itu, lanjutnya, upaya pembungkaman pers pun terlihat dari adanya potensi pemberitaan media yang dapat dijerat dengan tuduhan pencemaran nama baik atas pasal-pasal yang terkait dengan pencemaran nama baik.

Ditambahkan Senja, kemerdekaan pers menjadi satu poin yang disorot oleh Ilmu Komunikasi UMY dari substansi Revisi UU Penyiaran. Dibarengi dengan empat poin lainnya.

Baca Juga: Kasus penikaman imam mushala di Jakbar, polisi periksa 40 CCTV untuk tangkap pelaku

Pertama, konten siaran di internet yang harus disesuaikan dengan Standar Isi Siaran (SIS). Kedua, wewenang dari KPI dalam melakukan proses sensor.

Ketiga, adanya tumpang tindih atas kewenangan antara KPI dan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa produk jurnalistik. Keempat, tidak adanya aturan yang membatasi kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta.

“Lalu dari sisi proses penyusunan Revisi UU tersebut, sepanjang yang kami lihat bahwa DPR kurang memperhatikan keterlibatan dari masyarakat sipil, termasuk jurnalis, akademisi dan praktisi lembaga penyiaran,” tegasnya.

Sehingga proses Revisi UU Penyiaran menjadi sangat elitis dan didiskusikan secara serampangan oleh DPR. Padahal publik dan masyarakat yang akan terdampak secara langsung jika kemudian revisi tersebut disahkan.

Baca Juga: Pemain timnas U-20 bersiap terbang ke Prancis, Ikuti turnamen Toulon Cup 2024

Halaman:

Tags

Terkini

Pengangguran Curi Motor Mahasiswa di Warung Kopi

Rabu, 3 Desember 2025 | 08:00 WIB