HARIAN MERAPI - Pemerintah Kota Yogyakarta mengklaim mampu menurunkan volume sampah hingga 50 persen yang didistribusikan ke TPA Regional Piyungan Bantul.
Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo menyebutkan, sebelumnya volume sampah di Yoyakarta mencapai 100-130 ton per hari. Sekarang volume sampah berkurang menjadi 60 ton per hari.
Menurut Singgih, penurunan itu karena adanya Gerakan Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja (Mbah Dirjo) yang diluncurkan pada akhir Juli 2023. Selain itu konsistensi pemerintah membuka 14 depo dan 3 TPS sebagai tempat pembuangan sampah residu masyarakat turut mendukung penurunan volume sampah.
Baca Juga: Kota Yogyakarta Serius Kelola Sampah Organik, Mantri, Lurah hingga RT Wajib Galakkan 'Mbah Dirjo'
"Ini konsisten kita buka, pukul 06.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB. Dan ada pula yang buka di luar periode itu," kata Singgih di Balai Kota, Selasa (19/9/2023).
Untuk gerakan Mbah Dirjo, menurut Singgih, telah menghasilkan sekitar 30.000 biopori yang dibuat masyarakat bersama Pemkot Yogyakarta. Ditargetkan gerakan Mbah Dirjo bisa berkontribusi mengurangi sampah berkisar 20-30 persen dari total volume sampah yang dihasilkan Kota Yogyakarta yaitu sekitar 200 ton per hari.
Volume sampah itu sekarang sudah berkurang sekitar 100 ton dengan adanya Gerakan Zero Sampah Anorganik yang dimulai awal tahun ini. Sebelumnya pada tahun 2022 volume sampah mencapai sekitar 300 ton per hari.
Baca Juga: Landmarks Sumbu Filosofi Kota Yogyakarta diakui sebagai Warisan Budaya Dunia
Lebih lanjut, pihaknya berencana mengembangkan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) di selatan TPS 3R di Nitikan. Selain itu juga akan mengoptimalkan pengelolaan sampah mandiri yang sudah dilakukan masyarakat selama ini seperti TPST Karangmiri di Giwangan, pengelolaan sampah di Rusunawa Bener dengan pengolahan sampah dengan biokonversi maggot di Kandang Maggot Jogja di wilayah Kricak.
“Persiaan kita adalah penanganan sampah Kota secara mandiri. Seperti penanganan di level hulu yaitu edukasi kepada masyarakat, di hilirnya pun kita persiapkan,” ujarnya.
Singgih menambahkan, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan menyiapkan beberapa skema seperti membuat TPS berskala kecil dalam menangani sampah. Hal itu bisa saja terjadi apabila penanganan sampah di hulu sudah terkondisi dengan baik, penanganan sampah di hilir termasuk kerjasama dengan swasta sudah berjalan, namun masih ada sisa sampah yang belum terkelola dengan baik.
“Misal kalau kita bicara rusunawa, bisa juga mengelola sampah secara mandiri baik organik maupun anorganik. Karena teknologinya sederhana, utamanya yang organik. Pola-pola penanganan sampah organik lebih sederhana kalau dari asalnya sudah dipilah,” ujarnya. *