HARIAN MERAPI - Kementerian Pertanian (Kementan) perlu memperbaiki data petani penerima pupuk bersubsidi secara terintegrasi.
Menurut Ketua Program Studi Manajemen MDP IPB University, A Faroby Falatehan ketidaksinkronan data di lapangan menjadi akar masalah dari pendistribusian pupuk bersubsidi saat ini.
"Ketidakuratan informasi dan data sebagai dasar penetapan target dan tujuan yang ingin dicapai menjadi tantangan dalam penyaluran pupuk bersubsidi yang adil dan tepat sasaran," ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (26/11/2025.
APBN 2025, tambahnya, telah mengalokasikan dana Rp44 triliun setara alokasi volume subsidi pupuk 9,5 juta ton bagi 14,9 juta petani rawan tidak tepat sasaran.
Seperti dilansir Antara, saat ini sumber data petani tersebut ada di dinas kependudukan dan catatan sipil, sensus pertanian, Badan Pusat Statistik, penyuluh pertanian dan babinsa.
Saat FGD bertajuk "Menata Data, Menjamin Asa: Mewujudkan Penyaluran Pupuk Bersubsidi yang Adil dan Tepat" yang diselenggarakan Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah (MDP) IPB University, Faroby mencontohkan, dalam kurun 2023-2025, serapan pupuk bersubsidi mengalami tren penurunan.
Pada 2023, serapan pupuk bersubsidi hanya 79 persen dari alokasi pupuk bersubsidi sebanyak 7,85 juta ton, pada 2024 turun menjadi 77 persen dari alokasi yang meningkat 9,55 juta ton.
Adapun, hingga September 2025, pupuk bersubsidi terserap 5,33 juta ton (58 persen) dari alokasi sebanyak 9,55 juta ton.
Hasil survei MPD IPB menemukan data penerima maupun RDKK pupuk bersubsidi terdapat perbedaan data antara orang yang berprofesi sebagai petani berdasarkan dokumen kependudukan dengan orang benar-benar bermata pencaharian petani sejumlah 68 persen.
Survei itu juga menemukan perbedaan data antara orang yang bermata pencaharian sebagai petani namun belum tergabung ke dalam kelompok tani (poktan) sejumlah 12 persen.
Baca Juga: Bisnis salah, FA diciduk Polisi dan mendekam di hotel prodeo
Kemudian, adanya perbedaan data antara orang yang bermata pencaharian sebagai petani namun tidak masuk ke dalam RDKK sejumlah 32 persen.
Begitu juga menyangkut data antara komoditas yang diusahakan petani penerima pupuk bersubsidi dengan komoditas yang seharusnya diusahakan berdasarkan RDKK sejumlah tujuh persen.
Survei MD IPB itu juga menemukan perbedaan data antara luas lahan yang sebenarnya diusahakan oleh petani penerima pupuk bersubsidi dengan luas lahan yang tercantum pada rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) sejumlah 66 persen.