HARIAN MERAPI - Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Trubus Bina Swadaya menyelenggarakan Fokus Grup Diskusi (FGD) seri kedua sebagai bagian dari Gerakan Kebudayaan di Hotel Grand Rohan, Rabu (24/7/2024. Mengusung tema 'Keswadayaan Lokal dan Etos Kewirausahaan', FGD ini merupakan kelanjutan dari kegiatan seri pertama di Jakarta, akhir Mei lalu.
Gerakan Kebudayaan ini bermula dari kegelisahan inisiator sekaligus Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa, Parni Hadi. Ia merasa sedih melihat kebohongan, kecurangan dan korupsi seperti sudah menjadi hal yang biasa di negeri ini. Ideologi basa-basi yang seringkali dipraktikkan merupakan tanda kemerosotan budi pekerti anak negeri.
"Budaya buruk ini perlu kita perbaiki. Ini menjadi bagian dari Gerakan Kebudayaan yang kita gemakan. Kita dorong terus budaya etis, bersemangat komunal dan berorientasi berkelanjutan,” ujar Ketua Dewan Pengurus Dompet Dhuafa Republika Ahmad Juwaini yang menjadi keynote speaker.
Baca Juga: Kabar dari IKN, Bina Karya dan Konsorsium Garuda Nusantara kolaborasi bikin hunian ASN
Sementara, GKR Mangkubumi yang hadir mewakili Keraton Yogyakarta dalam pemaparannya menjelaskan bahwa sektor wirausaha salah satu pilar perekonomian nasional yang kekuatan dan daya tahannya di tengah krisis sudah tidak terbantahkan lagi.
Di tengah terjangan krisis seperti pandemi Covid-19, wisarusaha terbukti mampu berperan sebagai jalan keluar. Namun, di balik peran strategisnya, sektor kewirausahaan masih dihantui faktor penghambat baik dari internal maupun eksternal.
“Dari internal, tantangan yang dihadapi antara lain masih terbatasnya kemampuan SDM, terbatasnya pemasaran yang lebih fokus pada fungsi produksi namun lupa pada fungsi pemasaran, serta keterbatasan modal. Sementara dari eksternal berkaitan dengan unsur pembinaan dan pengembangan kewirausahaan yang terkadang masih gagap dalam meninterpretasikan dan menimplementasikan progam dan kebijakan,” ungkapnya.
Baca Juga: GIIAS 2024, inilah daftar motor listrik yang bisa jadi referensi
FGD ini dibagi menjadi dua sesi yang masing-masing sesi diisi oleh dua narasumber. Pada sesi pertama, narasumber yang hadir adalah Kepala BKKBN, dr. H. Hasto Wardoyo dan Pakar Ekonomi Perkotaan Universitas Indonesia Prof. Komara Djaja, Ph.D.
Menurut Hasto Wardoyo, Indonesia sedang mengalami bonus demografi namun angka kebergantungan (depedensi) semakin tinggi dan di beberapa daerah angka depedensi telah melebihi 50%. Artinya, setengah lebih populasi bergantung secara ekonomi. Ini harus dihadapi dengan menumbuhkan pemberdayaan keswadayaan lokal.
Agar budaya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan perekomian masyarakat, mantan Bupati Kulonprogo periode 2011-2019 itu menilai, yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi dan menggali kearifan lokal serta budaya masyarakat tentang nilai-nilai dan simbol budaya agar senantiasa relevan dengan perkembangan zaman.
Baca Juga: Gagal Dapatkan Pau Lopez, Como 1907 Boyong Kiper Keturunan Indonesia Emil Audero
Sementara, Komara Djaja menilai, wirausaha adalah pelajaran yang tidak ditemukan di sekolah, namun perlu terjun langsung ke lapangan untuk menggelutinya atau learning by doing. Dalam menekuninya, menurut Prof Komara, ada baiknya Indonesia meniru budaya masyarakat China yang memiliki gairah yang kuat untuk berhasil dalam usaha.
“Secara budaya, di China jika ada seseorang yang tidak mau berusaha, maka dinilai akan merusak nama marganya. Maka, mereka ingin berarti dalam kehidupan untuk meningkatkan social recogntion,” katanya.
Adapun pemaparan keberhasilan dalam merintis dan mengelola sebuah institusi disampaikan oleh narasumber Dewan Syuro Masjid Jogokariyan Ustadz Muhammad Jazir Asp dan Pendiri KSPPS Beringharjo Ibu Mursida Rambe. FGD ini juga ditanggapi oleh sejumlah pihak dari berbagai elemen yang merupakan stakeholder kewirausahaan dan kebudayaan. *